TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 136 juta orang di dunia terdampak konflik serta bencana, dan sekitar 66 juta dari jumlah tersebut berada di wilayah Asia Pasifik. Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, mengatakan untuk membantu memenuhi kebutuhan dasar masyarakat yang menjadi korban konflik atau bencana tersebut, dibutuhkan dana US$ 20 miliar atau setara Rp 275 triliun.
“Karena besarnya biaya yang dibutuhkan ini, maka harus ada kolaborasi. Tidak ada satu negara pun yang bisa melakukannya ini sendiri,” kata Retno dalam konferensi regional akses kemanusiaan dan negosiasi di Asia pada Kamis, 8 Maret 2018, di hotel Borobudur, Jakarta.
Dalam pidatonya di konferensi tersebut, Retno menceritakan pengalaman Indonesia saat terlibat dalam diplomasi kemanusiaan, di antaranya ketika menyalurkan bantuan pada suku Rohingya, di negara bagian Rakhine, Myanmar. Sejak 9 hari krisis kemanusiaan di sana meletup, Retno mengaku segera melakukan pembicaraan dengan Aung San Suu Kyi, Pemimpin de facto Myanmar. Dengan melibatkan Palang Merah Indonesia dan jejaring Komite Internasional Palang Merah atau ICRC, Myanmar membuka akses bantuan kemanusiaan dari Indonesia.
Baca: PMI Kirim Bantuan Kemanusiaan ke Myanmar
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla melepas bantuan kemanusiaan dari pemerintah Indonesia untuk pengungsi Rohingya di Cox's Bazar, Bangladesh, di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, 24 Januari 2018. TEMPO/Ahmad Faiz
“Saya pelajari, akses ke kemanusiaan itu membutuhkan keberanian dan sensitivitas. Bagaimana pun juga, kita harus berupaya mengurangi penderitaan masyarakat akibat bencana alam dan perang. Terkait dengan pendekatan, kita juga harus fleksibel, tanpa mengesampingkan tujuan untuk menolong,” kata Retno.
Baca: Bantuan Pemerintah Indonesia untuk Rohingya Mencapai 54 Ton
Terkait bantuan kemanusiaan pada suku Rohingya, Retno menjelaskan Indonesia siap membantu pemerintah Myanmar dalam mempersiapkan relokasi suku Rohingya, yang sekarang berada di kamp-kamp pengungsian, termasuk di bidang penyediaan shelter. Kesiapan Indonesia ini bukan basa-basi, bahkan telah disampaikan sejak awal krisis terjadi.