TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Filipina Rodrigo Duterte menolak yurisdiksi Pengadilan Kriminal Internasional atau ICC untuk mengadilinya dalam kasus penembakan (extra judicial killing) atas ribuan para pengguna dan pegedar narkoba di negara itu.
“Anda tidak memiliki yuridiksi atas diri saya, tidak dalam jutaan tahun. Percayalah, mereka (ICC) tidak akan pernah bisa berharap memiliki yuridiksi atas diri saya,” kata Duterte dalam pidatonya Selasa malam, 6 Maret 2018, seperti dikutip dari Reuters.
Baca: Bunuh Ribuan Orang dalam Perang Narkoba, Duterte Tetap Populer
Puluhan mantan pengguna napza yang tergabung dalam Persaudaraan Korban NAPZA Indonesia melakukan aksi unjuk rasa, di depan Kedutaan Besar Filipina, Jakarta, 11 Oktober 2016. Menurut merka, tindakan Duterte pada pengguna narkoba dianggap melanggar Hak Asasi Manusia. TEMPO/Imam Sukamto
Pernyataan Duterte itu terkait terkait sikap ICC, yang pada Februari lalu menyatakan telah memulai evaluasi atas laporan mengenai kebijakan pembunuhan ekstra judisial itu dan apakah kejahatan-kejahatan yang dilakukan Duterte selama ini termasuk dala kategori kejahatan atas kemanusiaan.
Juru bicara kepresidenan Filipina, Harry Roque, memprediksikan ICC tidak akan menemukan adanya yurisdiksi di Filipina dan tidak ada kejahatan untuk diselidiki lembaga itu.
Duterte dikenal sebagai pemimpin yang temperamental dan telah diadukan oleh sejumlah pengacara-pengacara Filipina ke ICC dengan tuduhan melakukan ‘praktik’ pembunuhan dalam 19 bulan kampanye perang melawan narkoba.
Duterte sebelumnya menyebut ICC sebagai lembaga yang tidak berguna dan hipokrit. Komentar-komentar kasar Duterte seperti ini, telah menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat Filipina hingga memunculkan upaya melawan Duterte.
Baca: ICC Memeriksa Pengaduan Atas Duterte Soal Extrajudicial Killing
Meski mengecam tindakan ICC, namun Duterte menyatakan akan membuka pintu bagi segala bentuk penyidikan oleh ICC dan PBB. ICC adalah sebuah lembaga peradilan pada tingkat akhir dan satu-satunya tingkat ketika sebuah pemerintahan tidak memiliki itikad atau memiliki ketidakmampuan menyelidiki dan mengadili sebuah tindak kejahatan yang menimbulkan keresahan luas di masyarakat.