TEMPO.CO, Jakarta - Pernyataan pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, yang setuju melakukan pertemuan dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in pada Maret 2018 mengejutkan banyak pihak. Pertemuan itu diharapkan bisa terwujud dan benar-benar menjadi akhir dari perang Korea 1950-1953 yang sebenarnya masih menggantung.
Charles K. Armstrong, profesor bidang sejarah Korea dari Universitas Kolumbia, menceritakan, Korea sebelum terbelah menjadi dua adalah jajahan Jepang terhitung mulai 1910 hingga 1945. Ketika Jepang kalah dalam perang dunia kedua, Korea menjadi "korban" perang dingin dengan Amerika Serikat menguasai wilayah Korea bagian selatan dan Rusia mengendalikan wilayah utara.
Baca:Korea Utara Sepakat Hentikan Program Nuklir, Keamanannya Terjamin
Ilustrasi Perang/Konflik. telegraph.co.uk
Pada 1950, wilayah utara melancarkan serangan mengejutkan dan dengan cepat mengambil alih wilayah selatan. Langkah ini dengan cepat dibalas Amerika Serikat. Perang ini berlangsung selama tiga tahun dan kehancuran yang ditimbulkan sangat dahsyat.
Seperti dikutip dari www.nytimes.com, para sejarawan menceritakan, tiga-empat juta orang tewas dalam perang ini. Sekitar 70 persen korban tewas berasal dari kalangan masyarakat sipil. Wilayah utara mengalami kehancuran parah karena selama 1950-1953 dihujani bom oleh Amerika Serikat. Sekitar 25 persen dari total populasi wilayah utara sebelum terjadinya perang tewas.
“Korea bagian utara hampir rata dengan tanah. Masyarakat di wilayah utara melihat pengeboman oleh Amerika Serikat sebagai sebuah tindakan pembantaian dan setiap anak-anak diceritakan mengenai kekejian perang ini,” ujar Armstrong.
Perang Korea berakhir ketika Korea Utara; Cina, yang ketika itu membantu Korea Utara; dan Amerika Serikat bersepakat melakukan gencatan senjata pada 1953. Pemerintah Korea Selatan tidak setuju dengan usul ini. Walhasil, tidak pernah ada pakta perdamaian yang ditandatangani kedua pihak sampai sekarang.
Baca: AS Ajukan Syarat Dialog, Korea Utara: Jangan Salah Menilai
Sejak 1953 sampai sekarang, meski sudah tidak lagi melancarkan perang konvensional, pemerintah Korea Utara dan Korea Selatan tidak akur. Kondisi ini membuat Amerika Serikat menempatkan sekitar 20 ribu anggota pasukan di semenanjung Korea.
Berpuluh tahun sejak meletupnya perang Korea, Korea Selatan telah bertransformasi menjadi salah satu negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di Asia. Seiring berjalannya waktu pula, banyak dari warga negaranya melupakan sejarah awal mula konflik dengan Korea Utara yang sampai sekarang belum berujung.