TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok radikal Taliban masih menjadi kelompok teroris paling meresahkan di dunia. Muchyidin Junaidi, Ketua Bidang Kerja Sama Internasional Majelis Ulama Indonesia, mengatakan Taliban memiliki setidaknya dua tuntutan dasar kepada pemerintah Afganistan.
Tuntutan pertama kelompok Taliban adalah tidak ada lagi kekuatan asing di Afganistan. Kedua, mereka meminta ada pembagian kekuasaan. Sebab, selama ini, pemerintah Afganistan tidak sudi melibatkan Taliban di pemerintahan.
Baca: Ngeri, Ini Fatwa Ulama-Ulama Taliban
Milisi Taliban berjaga berjaga-jaga saat pemimpin senior Taliban Mullah Abdul Manan Niazi, memberikan pidato kepada pejuang, di distrik Shindand Afghanistan, 27 Mei 2016. Niazi mengatakan, bersedia untuk mengadakan pembicaraan damai dengan pemerintah Afghanistan tapi menuntut pemberlakuan hukum Islam dan keberangkatan semua pasukan asing. AP/Allauddin Khan
Indonesia optimistis perdamaian di Afganistan bisa terealisasi dengan baik. Pemerintah Afganistan sebelumnya telah meminta bantuan memediasi ke Arab Saudi, Mesir, dan Qatar. Tapi negara-negara itu belum bisa memberikan hasil maksimal. Sekarang Afganistan meminta Indonesia menjadi mediator. Afganistan menilai Indonesia sebagai negara yang benar-benar tidak punya kepentingan politik dan hanya menginginkan perdamaian di Afganistan.
Baca: MUI Undang Ulama Taliban, Pemerintah Dukung
Afganistan dalam kecamuk konflik berkepanjangan selama 40 tahun, salah satunya teror yang disebarkan Taliban. Konflik ini telah membuat semua lapisan masyarakat Afganistan menderita. Sekitar dua juta penduduk Afganistan sekarang tinggal di Pakistan demi menghindari teror Taliban.
“Indonesia mengedepankan kepentingan umat. Jangan sampai mereka ribut terus,” kata Muchyidin di kantor MUI, Jakarta, Selasa, 6 Maret 2018.
Ulama-ulama Taliban dari Afganistan, yang sebagian besar tinggal di Pakistan, tutur Muchyidin, banyak mengeluarkan fatwa yang meresahkan dan bersikap provokatif. Dalam artian, banyak dari mereka mengeluarkan fatwa yang membolehkan pembunuhan dan penyerangan sebuah negara berdaulat.