TEMPO.CO, Manila -- Pelarangan terhadap media Rappler dari Filipina untuk meliput kegiatan di Istana Kepresiden Malacanang Filipina, diduga telah diperluas hingga ke luar istana. Bahkan, larangan ini juga berlaku untuk acara yang digelar pihak swasta sekalipun.
Pada Selasa, 6 Maret 2018 jurnalis Rappler Pia, Ranada, mengatakan dia telah dilarang meliput acara Go Negosyo ke-10 Wirausaha Filipina di Pusat Perdagangan Dunia di Pasay City. Oleh panitia, dia tidak diizinkan meliput acara itu karena dia tidak termasuk dalam daftar anggota Malacañang Press Corps (MPC).
Baca: ICC Selidiki Kejahatan Kemanusiaan Presiden Rodrigo Duterte
Staf Go Negosyo menghubungi Larmaine De Jesus dari Kantor Akreditasi dan Hubungan Malacanang (MARO), kantor yang membantu media dalam liputan acara presiden, untuk menjelaskan kepada Ranada mengapa namanya tidak termasuk dalam daftar saat acara dibuka untuk jurnalis anggota MPC.
Ranada mengatakan MARO memberitahunya bahwa dia sekarang tidak diizinkan untuk meliput kegiatan Duterte di luar Malacanang.
Baca: Duterte: Saya Jadi Diktator demi Kesejahteraan Rakyat Filipina
Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengenakan rompi antipeluru dan helm saat mengunjungi tentara yang memerangi kelompok ekstremis Maute di Marawi, Filipina, 24 Agustus 2017. Kunjungan Duterte tersebut digelar usai tentara Filipina berhasil merebut sebuah masjid utama di Marawi. Presidential Palace/Handout via REUTERS
"Saya tidak diizinkan masuk ke acara Go Negosyo yang diikuti oleh Presiden Duterte. Rupanya, larangan Rappler sekarang berlaku untuk semua acara kepresidenan," demikian cuitan Ranada melalui akun Twitternya, , seperti dilansir Rappler pada 6 Maret 2018.
Dalam sebuah teks untuk Ranada, Juru Bicara Kepresidenan Filipina, Harry Roque mengatakan kepadanya bahwa alasan untuk pelebaran larangan itu adalah sama seperti ketika dia tidak diizinkan memasuki kompleks Istana.
Duterte memberlakukan larangan terhadap liputarn Rappler atas kejadian di Malacañang pada 20 Februari, dan kemudian memperluas larangan ini ke seluruh kompleks Malacañang, termasuk Gedung Eksekutif Baru, tempat wilayah kerja pers berada.
Malacanang sebelumnya telah menggunakan keputusan SEC sebagai dasar keputusannya untuk memberlakukan larangan terhadap jurnalis Rappler. Namun Duterte sendiri kemudian mengakui bahwa dia melarang situs berita karena laporannya yang "dipelintir".
Duterte memerintahkan larangan itu beberapa jam setelah sidang Senat mengenai kesepakatan fregat Angkatan Laut di mana Asisten Khusus Presiden Bong Go menuduh Rappler dan Philippine Daily Inquirer menerbitkan "berita palsu" atas dugaan intervensi dalam proyek multibillion-peso itu.