TEMPO.CO, Kuala Lumpur -- Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, meluncurkan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (NHRAP), yang menunjukkan komitmen negara itu untuk menjamin dan melindungi Hak Asasi Manusia warga negara itu.
Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia pertama kali disetujui kabinet pada 2012 namun baru diluncurkan secara resmi pada hari Kamis, 1 Maret 2018.
Baca: Seniman Malaysia Dibui lantaran Karikatur Badut PM Najib Razak
PM Najib mengatakan pada hari peluncuran program itu bahwa NHRAP akan membantu mengubah upaya pemerintah untuk memperkuat Hak Asasi Manusia di negara ini. Langkah itu juga dianggap Najib Razak akan membuat Malaysia menjadi negara yang "ramah".
Ini sejalan dengan agenda dan visi Prakarsa Transformasi Nasional 2050 (TN50), yang telah mengumpulkan pandangan, tanggapan, dan aspirasi rakyat untuk memastikan keberhasilan pelaksanaannya.
Baca: Mengaku Tidak Makan Nasi tapi Quinoa, PM Najib Dikecam Oposisi
"NHRAP, saya bangga mengatakan, adalah rencana komprehensif yang telah memperhitungkan aspirasi rakyat, dan didasarkan pada cetakan Malaysia," katanya, seperti dilansir Channel News Asia pada Kamis, 1 Maret 2018.
Najib mengatakan dokumen NHRAP, yang dikembangkan sesuai dengan standar internasional dengan mengacu pada pedoman PBB, menggariskan lima poin utama.
Yang pertama adalah hak sipil dan politik, dengan perdana menteri mengutip contoh penghapusan Undang-Undang Keamanan Internal 1960 dan pembentukan Undang-Undang Perdamaian Tahun 2012 selama masa jabatannya. Kebijakan ini mendapat pujian dari Uni Eropa.
Najib mengatakan prinsip kedua NHRAP adalah hak ekonomi, sosial dan budaya, yang mencakup hak atas kebutuhan dasar, pendidikan dan praktik budaya.
Yang ketiga adalah hak orang-orang yang rentan yang berfokus pada lima kelompok, yaitu perempuan, anak-anak, orang cacat, warga lanjut usia dan pengungsi.
Najib mengatakan poin keempat adalah pada Hak Asasi Manusia di antara orang asli dan penduduk asli Sabah dan Sarawak.
Yang kelima adalah kewajiban internasional yang mencantumkan komitmen Malaysia dalam instrumen internasional yang terkait dengan Hak Asasi Manusia.
Setelah peluncurannya, Najib mengumumkan tiga mekanisme untuk memulai NHRAP, salah satunya adalah pembuatan aplikasi smartphone untuk mendapatkan tanggapan dari warga mengenai pelaksanaan rencana tersebut.
Aktivis Koalisi untuk Pemilu Bersih dan Adil (BERSIH), memegang spanduk selama aksi 1MDB di Kuala Lumpur, Malaysia, 19 November 2016. Puluhan ribu warga Malaysia memakai T-shirt kuning untuk menuntut pengunduran diri PM Najib Razak. AP/Lim Huey Teng
Najib mengatakan bahwa pemerintah juga sepakat untuk membentuk komite tingkat tinggi untuk memantau pelaksanaan NHRAP.
Pemerintah juga sepakat untuk menunjuk individu netral, terutama dari kalangan organisasi masyarakat sipil dan akademisi, untuk mengumpulkan dan menganalisis tanggapan publik mengenai pelaksanaan NHRAP.
Perdana menteri mengungkapkan keyakinannya bahwa NHRAP dapat meningkatkan kinerja dan citra negara, terutama dalam hal pembangunan ekonomi dan pemerintahan yang efisien dan kredibel.
Ini dilakukan untuk memungkinkan Malaysia menjadi negara dengan warga yang berpenghasilan tinggi dan termasuk di antara 20 negara terbaik dan paling maju di dunia pada 2050.
Menteri di Departemen Perdana Menteri Azalina Othman Said, pada sebuah konferensi pers setelah peluncuran tersebut, mengatakan masyarakat dapat memperoleh akses ke dokumen NHRAP melalui aplikasi smartphone yang dapat diunduh dari April.
Media Free Malaysia Today melansir Malaysia telah mendapat banyak kritik dari aktivis Hak Asasi Manusia, dengan lembaga vokal Human Rights Watch misalnya menuduh Perdana Menteri Najib memperkuat undang-undang yang kasar dan memfasilitasi pergeseran ke pendekatan yang lebih konservatif dan kurang toleran.
Kelompok masyarakat sipil Malaysia juga telah memprotes pemerintahnya karena diduga membungkam perbedaan pendapat dan mengenalkan undang-undang yang mereka katakan mengikis kebebasan berbicara.