Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

"Isu Pemanasan Global Bisa Kita Hadapi Tanpa Amerika"

image-gnews
Iklan
TEMPO Interaktif, WINA:Dia salah satu "bintang" Pertemuan Wina 2007, setidaknya di kalangan puluhan wartawan asing yang meliput hajatan besar Perserikatan Bangsa-Bangsa itu. Digelar di Austria Centre Vienna selama lima hari di bawah payung Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Cuaca PBB (United Nations Framework Convention on Climate Change, UNFCCC), sidang itu berakhir pada Jumat pekan lalu. Ada seribu lebih anggota delegasi dari 158 negara serta 40 lebih organisasi lingkungan maupun pengamat yang hadir. Dan Yvo de Boer, pimpinan tertinggi UNFCCC, harus memastikan seluruh acara berlangsung sesuai target: memuluskan Sidang Puncak PBB di Bali pada Desember mendatang yang akan membahas isu cuaca global. Hasil dari Wina diharapkan dapat meluaskan agenda Protokol Kyoto. Ditetapkan pada 11 Desember 1997, Protokol Kyoto disokong oleh mayoritas anggota PBB-kecuali Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara lain. Banyak yang meyakini, selama AS tak menandatangani Protokol Kyoto, upaya meredam pemanasan global di planet bumi tidak akan efektif. Tapi Yvo punya pendapat sendiri. "Saya bahkan tidak mengharapkan Amerika kembali ke Protokol Kyoto karena sudah amat terlambat," ujarnya kepada Tempo. Yvo adalah sosok yang populer selama Pertemuan Wina, kendati dia lebih banyak berada di belakang layar. Dari seluruh jumpa pers, "sesi Yvo" yang paling diminati. Ruangan sesak oleh para wartawan, pengamat, perwakilan berbagai organisasi lingkungan yang ingin mendengar penjelasan langsung Sekretaris Eksekutif UNFCCC tersebut. Kofi Annan, Sekjen PBB terdahulu, menunjuk Yvo, begitu dia biasa disapa, untuk memimpin lembaga ini sejak Agustus 2006. Sebelum menjadi kepala UNFCCC, dia mengisi kursi Direktur Urusan Internasional Kementrian Perumahan, Perencanaan Tata Ruang, dan Lingkungan Belanda. Selama Pertemuan Wina, dia selalu datang paling pagi dan meninggalkan "kantor sementara"nya di Austria Centre, kantor resmi Yvo ada di Bonn, Jerman, tatkala gedung besar itu sudah sepi pada petang hari dalam wajah yang tetap segar. Dia "dingin" dalam memberi wawancara, namun menjawab pertanyaan dengan efektif, lugas, dan terus terang. Di sela-sela kegiatan sidang yang menghimpit, Yvo mengaku sedikit meredakan kelelahan dengan merokok dan minum bercangkir-cangkir kopi. Di tengah jadwalnya yang amat padat sepanjang pekan lalu, dia menyempatkan diri menerima wartawan Tempo Hermien Y. Kleden untuk sebuah wawancara khusus dalam dua kali perbincangan. Berikut ini, petikannya: Tolong rumuskan dalam dua poin hasil Pertemuan Wina yang paling Anda harapkan. Saya berharap ada pemahaman bersama yang mendasar tentang perubahan cuaca global di kalangan pemerintahan (negara-negara peserta). Dan saya menantikan sinyal optimistis bahwa para negosiator (yang ada di Wina sekarang) kelak akan ke Bali dengan tekad membuat suatu sidang puncak yang berhasil. Kami mendengar UNFCCC serta sejumlah negara industri akan memberi kompensasi-melalui Clean Development Management, CDM- kepada negara-negara berkembang termasuk Indonesia yang melakukan pemulihan hutan dan lingkungan. Kira-kira seperti apa skema bantuan itu? Saya kira masih sulit. Sampai sekarang program kompensasi (dana) itu belum dilaksanakan di negara-negara berkembang-termasuk di India dan Indonesia. Kami harapkan hal ini dapat dibahas bersama-sama di Bali kelak. Tentu diperlukan pula sokongan kebijakan dari pemerintah di negara yang bersangkutan agar program CDM dapat dilaksanakan segera. Kebijakan apa saja yang diperlukan agar Indonesia, serta negara berkembang lain, dapat masuk dalam akses program bantuan CDM? Diperlukan kebijakan pemerintah yang menyokong pengembangan berbagai proyek yang bermuara pada reduksi emisi karbon. Dan harus ada kebijakan ada kepastian tentang kontribusi terhadap kelanjutan pengembangan (proyek-proyek tersebut) di negaranya masing-masing. Indonesia sering dikecam karena pemerintahnya dianggap lemah dalam mengontrol pembalakan liar. Tapi mengapa negara-negara industri maju yang mengimpor kayu-kayu haram dari Indonesia tak pernah ditegur dan diberi sanksi apa pun? Menurut saya, negara industri bukan tanpa usaha sama sekali. Ada upaya mereka untuk melaksanakan program pengontrolan walau harus kita akui prosesnya tidak mudah. Pertama soal membedakan kayu legal dan ilegal. Kedua, kerap kali impor dilakukan dalam bentuk produk kayu yang telah diproses. Umpamanya, furnitur. Jadi pengontrolan, dalam hemat saya, memerlukan sokongan dari kedua belah pihak (negara berkembang dan negara maju). Teks lengkap wawancara lihat di Tempo edisi Senin, 3 September 2007….
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Aliansi Kecam Kehadiran Industri Plastik dan Kimia dalam Delegasi Indonesia untuk Negosiasi Perjanjian Plastik

7 jam lalu

Aeshnina Azzahra Aqilani co Captain River Warrior Indonesia (Riverin) Bergabung dalam Pawai untuk mengakhiri Era Plastik, Ottawa, Kanada 21 April 2024. Foto dok: ECOTON
Aliansi Kecam Kehadiran Industri Plastik dan Kimia dalam Delegasi Indonesia untuk Negosiasi Perjanjian Plastik

Kehadiran itu membahayakan tujuan perjanjian, yaitu mengatur keseluruhan daur hidup plastik untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan.


BRIN Kembangkan Metode Daur Ulang Baterai Litium Ramah Lingkungan

21 hari lalu

Baterai Litium. shutterstock.com
BRIN Kembangkan Metode Daur Ulang Baterai Litium Ramah Lingkungan

Peneliti BRIN tengah mengembangkan metode baru daur ulang baterai litium. Diharapkan bisa mengurangi limbah baterai.


Mengenal Antropomorfisme, Sifat Manusia yang Memberikan Empati ke Sekitarnya

37 hari lalu

Ilustrasi berkebun. Freepik.com/Senivpetro
Mengenal Antropomorfisme, Sifat Manusia yang Memberikan Empati ke Sekitarnya

Antropomorfisme memiliki arti pengenalan ciri-ciri manusia hingga empati kepada binatang, tumbuh-tumbuhan, atau benda mati.


Alasan Masyarakat Adat Suku Awyu Mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

41 hari lalu

Hendrikus Woro hadir menggunakan pakaian adat sebagai saksi sidang kasus pencabutan izin kawasan hutan di Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Selasa 11 Juli 2023. Agenda sidang hari ini pemeriksaan saksi, Kuasa Hukum tergugat menghadirkan dua perwakilan masyarakat adat Suku Awyu. TEMPO-Magang/Andre Lasarus Benny
Alasan Masyarakat Adat Suku Awyu Mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Masyarakat adat suku Awyu mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dalam sengketa izin lingkungan perusahaan sawit PT ASL di Boven Digoel, Papua Selatan.


Anggota Komite HAM PBB Tanya soal Dugaan Intervensi Jokowi di Pilpres 2024: Apakah Sudah Diinvestigasi?

41 hari lalu

Logo Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di pintu di kantor pusatnya di New York, AS.[REUTERS]
Anggota Komite HAM PBB Tanya soal Dugaan Intervensi Jokowi di Pilpres 2024: Apakah Sudah Diinvestigasi?

Anggota Komite HAM PBB Bacre Waly Ndiaye mempertanyakan dugaan intervensi Jokowi di Pilpres 2024 dalam sidang di Jenewa, Swiss.


4 Bulan DPO, Mantan Pejabat Pemkab Bangka Tersangka Kasus Perambahan Hutan Ditangkap KLHK

52 hari lalu

Penyidik Gakkum KLHK menangkap DPO kasus dugaan pengrusakan dan perambahan kawasan hutan produksi Sungai Sembulan di Desa Penagan Kecamatan Mendo Barat Kabupaten Bangka. (ist)
4 Bulan DPO, Mantan Pejabat Pemkab Bangka Tersangka Kasus Perambahan Hutan Ditangkap KLHK

Tersangka Barlian merupakan aktor intelektual kasus perusakan dan perambahan hutan di kawasan hutan produksi Sungai Sembulan Bangka.


Menteri Lingkungan Hidup Bertemu Dubes Norwegia Bahas Capaian Pengurangan Emisi

13 Februari 2024

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, Siti Nurbaya (tengah) bersama Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Rut Kruger Giverin (kanan) dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (12 Februari 2024). (ANTARA/Prisca Triferna/rst)
Menteri Lingkungan Hidup Bertemu Dubes Norwegia Bahas Capaian Pengurangan Emisi

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya bertemu Duta Besar Norwegia Rut Kruger Giverin membahas capaian emisi.


Pertemuan Anies Baswedan - Emil Salim, Mengenang Saat SMA Wawancara Menteri Lingkungan Hidup Itu

31 Januari 2024

Calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan berdiskusi bersama tokoh nasional Emil Salim di Jakarta, Minggu 28 Januari 2023. ANTARA/HO-Timnas AMIN
Pertemuan Anies Baswedan - Emil Salim, Mengenang Saat SMA Wawancara Menteri Lingkungan Hidup Itu

Saat SMA, Anies Baswedan mewawancarai Emil Salim. Kini, mereka bertemu kembali untuk berdiskusi. Sehari sebelumnya, Ganjar bertemu Emil pula.


Anies dan Ganjar Kompak Temui Emil Salim, Ada Apa?

29 Januari 2024

Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo bertemu dengan mantan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Emil Salim. ANTARA
Anies dan Ganjar Kompak Temui Emil Salim, Ada Apa?

Capres Anies dan Capres Ganjar menemui mantan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Emil Salim jelang pencoblosan Pilpres. Ada apa?


Temui Emil Salim, Ganjar Diskusi soal Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim

28 Januari 2024

Capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo bersama seniman Sidik Gunawan melihat gambar area persawahan di Desa Sidorejo, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Menurut Gunawan, seni pari corek yang bergambar Ganjar-Mahfud itu telah viral di media sosial dan mendatangkan rezeki untuk komunitas pari corek dan Lodji Londo. Foto: TKN Ganjar-Mahfud
Temui Emil Salim, Ganjar Diskusi soal Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim

Selain persoalan lingkungan, Ganjar mengatakan dirinya juga membahas pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan