TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, Sabtu, 3 Maret 2018, menuduh pemerintah Amerika Serikat tidak jujur ketika mengumumkan soal bantuan ke negara di Asia Tenggara.
"Kamboja tidak menerima bantuan sejak 2016," kata Hun Sen seperti dikutip Channel News Asia.
Sebelumnya, pada Selasa, 27 Februari 2018, Gedung Putih mengatakan Amerika Serikat menunda bantuan keuangan, USAID, maupun program pelatihan militer kepada Kamboja terkait dengan ketidakstabilan politik di negeri itu.
Baca: Hun Sen Persilakan Amerika Pangkas Semua Dana untuk Kamboja
Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen. AP Photo
Pernyataan Gedung Putih itu ditanggapi oleh Hun Sen dengan mengatakan Duta Besar Amerika Serikat untuk Kamboja, Willian Heidt, berbohong. Menurut dia, pemotongan bantuan keuangan ke Kamboja berlangsung sejak 2016.
"Kami, 16 rakyat Kamboja, tidak menerima bantuan dari bangsa Amerika di sektor pajak. Bantuan ini berhenti sejak 2016," kata Hun Sen dalam sebuah pidato di depan ribuan buruh tekstil di selatan Provinsi Preah Sihanouk.
"Silakan, Duta Besar Amerika Serikat, jawablah satu pertanyaan ini: Mengapa Anda mengumumkan pemotongan bantuan sementara Anda sudah menghentikannya? Apakah Anda ingin mendistorsi reputasi Kamboja?"
Kedutaan Besar Amerika Serikat di Phnom Penh menolak berkomentar atas pernyataan Hun Sen.Dari kiri: Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Sultan Brunei Hassanal Bolkiah, PM Kamboja Hun Sen, Presiden Jokowi dan PM Malaysia Najib Razak, berusaha melakukan jabat tangan ASEAN di ASEAN Summits Vientiane, Laos, 7 September 2016. AP/Bullit Marquez
Keputusan Gedung Putih tersebut dikeluarkan di tengah tindakan tegas pemerintah dan pendukungnya kepada kelompok kritis terhadap Hun Sen menjelang pemilihan umum pada Juli 2018.
Tindakan tegas itu, tulis Channel News Asia, menyasar beberapa organisasi nonpemerintah, media independen, dan anggota parlemen dari kelompok oposisi Kamboja.
Baca: Partai Hun Sen Menang, Kantor Partai Oposisi Kamboja Disita
Hun Sen, sekutu dekat Cina, kerap melakukan kritik terbuka terhadap Amerika terkait dengan serangan bom selama Perang Vietnam yang berakhir pada 1975.
Pria yang berkuasa di Kamboja selama 33 tahun itu menuduh pemimpin oposisi CNRP, Kem Sokha, yang ditahan dan dipenjarakan tahun lalu berkonspirasi dengan Amerika untuk menjatuhkannya.