TEMPO.CO, Jakarta - Malang betul nasib Karim. Bayi dari timur Ghouta itu kehilangan mata kirinya karena serangan udara rezim militer Suriah. Dia dibawa ke ruang perlindungan bawah tanah agar bisa selamat.
“Saya membawa Karim dan kakak-kakaknya ke ruang bawah tanah. Karim berada di sana selama delapan hari bersama kakak-kakaknya. Banyak penduduk Ghouta berlindung di ruang-ruang bawah tanah dan tak berani ke luar karena serangan udara terjadi tak henti-hentinya,” kata ayah Karim, Ebu Muhammed, seperti dikutip dari middleeastmonitor.com, Kamis, 1 Maret 2017.
Muhammed menceritakan, di dalam tempat perlindungan ruang bawah tanah tidak ada makanan, cahaya yang masuk, penghangat ruangan dan listrik. Pesawat-pesawat tempur hilir-mudik di angkasa menjatuhkan bom.
Baca: Gencatan Senjata Tak Berlaku, Suriah Tetap Gempur Ghouta Timur
Foto yang dirilis pada 21 Februari 2018 oleh kelompok aktivis anti-pemerintah Suriah Ghouta Media Center, menunjukkan seorang dokter tengah mengobati seorang bocah yang terluka terkena serangan udara pesawat tempur pasukan pemerintah Suriah, di sebuah rumah sakit darurat, di Ghouta, pinggiran kota Damaskus, Suriah. (Ghouta Media Center via AP)
Kisah Karim, balita malang yang terpaksa kehilangan satu matanya, pertama kali dipublikasi oleh kantor berita Turki Anadolu. Sejak pertama kali dipublikasi, ribuan orang mengekspresikan dukungan bagi Karim melalui media sosial.
Dahsyatnya serangan udara dalam perang saudara di Suriah, telah memaksa penduduk di timur Ghouta berlindung di ruang-ruang bawah tanah. Serangan udara militer Suriah di timur Ghouta, dikabarkan dibantu oleh Rusia.
Baca: Perang Suriah, 250 Orang Tewas di Ghouta dalam 48 Jam
Kelompok pertahanan sipil, Helm Putih Suriah, menyebut jumlah korban tewas dalam beberapa pekan terakhir sudah lebih dari 400 orang karena buruknya serangan rezim Presiden Bashar al-Assad. Dalam dua pekan terakhir, serangan udara militer Suriah di timur Ghouta, telah menghancurkan 22 pusat kesehatan, sebuah masjid dan sebuah panti asuhan.