TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Filipina Rodrigo Duterte berusaha meyakinkan warga Filipina dan masyarakat dunia bahwa dirinya tidak akan menjadi diktator karena berencana pensiun dini dan memilih untuk tidak menyelesaikan masa jabatannya sebagai presiden.
Mantan Wali kota Davao itu mengungkapkan, dirinya sudah tua dan tak mempunyai ambisi untuk terus memimpin Filipina tanpa ada batas waktunya.
Baca: Rodrigo Duterte: Tembak Saya jika Saya Jadi Diktator
"Saya akan mengundurkan diri pada 2020, saya tidak akan menunggu 2022. Saya sudah tua dan tidak punya ambisi lagi. Saya benar-benar ingin beristirahat," kata Presiden Duterte seperti dilansir Reuters pada 28 Februari 2018.
Presiden berusia 72 tahun itu juga mengaku bahwa dia akan menghabisi masa jabatannya segera setelah mimpinya menjadikan Filipina sebagai negara federal terwujud.
Presiden Duterte telah lama mengidam-idamkan sistem federal di negara bekas jajahan Spanyol itu dengan alasan akan memangkas kesenjangan sosial, meningkatkan kinerja pemerintah daerah, dan menghargai keberagaman di negara itu.
Baca: Filipina Bersiap Jadi Negara Federal, Ini Alasan Duterte
Sejauh ini langkah awal untuk menerapkan sistem seperti yang telah dijalankan Amerika Serikat dan Malaysia itu telah dilakukan, termasuk dengan membentuk panel beranggotakan 19 orang.
Presiden Duterte membentuk panel itu pada Januari lalu dan terdiri dari ahli hukum konstitusional dan dipimpin oleh seorang pensiunan hakim agung. Panel tersebut telah mengusulkan agar model federal Filipina serupa dengan Amerika Serikat.
Namun untuk melakukan ini, konstitusi negara, yang diadopsi pada tahun 1987, harus diamandemen. Konstitusi tersebut diperkenalkan pada tahun 1987 setelah penggulingan diktator Ferdinand Marcos melalui revolusi kekuatan rakyat yang tidak berdarah.
Baca: Duterte Akan Bentuk Pemerintahan Revolusioner Lawan Kudeta
Beberapa kritikus percaya bahwa langkah mengamandemen konstitusi untuk memfasilitasi sistem federal juga akan memberi sarana bagi Duterte untuk tetap memegang kekuasaan di luar 2022, saat masa jabatannya, enam tahunnya berakhir.
Langkah sebelumnya untuk mengubahnya telah gagal, dengan masyarakat sipil dan kelompok agama menggagalkan apa yang mereka lihat sebagai ancaman terhadap sistem yang dirancang untuk mencegah penguasa kuat seperti Marcos muncul kembali.
Para ahli hukum Filipina percaya bahwa Presiden Rodrigo Duterte mungkin berhasil mengubah konstitusi karena popularitas publiknya dan mayoritas super yang dimilikinya di Kongres.