TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Filipina memperingatkan PBB agar tidak menjadikan HAM sebagai ‘senjata’ dan mendesak PBB agar mengirimkan tim penyidik yang netral guna membuktikan tuduhan pelanggaran HAM dalam kampanye perang anti-narkoba yang digaungkan Presiden Rodrigo Duterte.
“Kirimlah siapa saja, kecuali mereka yang telah berprasangka buruk kepada kami dan tidak bisa dipertimbangkan sebagai pihak yang independen serta objektif. Izinkan pada kesempatan ini kami memberikan peringatan agar jangan mempolitisasi atau mungkin saya menyebutnya menjadikan HAM sebagai senjata,” kata Menteri Luar Negeri Filipina, Alan Peter Cayetano, seperti dikutip dari channelnewsasia.com pada Selasa, 27 Februari 2018.
Baca: Ribuan Warga Filipina Memprotes Perang Narkoba Duterte
Ilustrasi penjahat narkoba. TEMPO/Iqbal Lubis
Dia mengatakan beberapa lembaga HAM non-pemerintah sudah tidak adil memandang Filipina dan mempolitisasi serta menggunakan masalah ini sebagai senjata untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Cayetano enggan menyebut lembaga – lembaga HAM yang dimaksudnya tersebut.
Catatan pelanggaran HAM di Filipina yang memburuk telah menjadi bahan pembahasan dalam pertemuan HAM PBB di Jenewa, Swiss pada pekan ini. Menteri Luar Negeri Islandia Gudlaugur Thor Thordarson, mendesak Manila agar membuka pintu bagi utusan khusus PBB yang ingin menyelidiki pelanggaran HAM terkait operasi perang terhadap narkoba.
Baca: Duterte Ancam Penggal Kepala Aktivis Anti Perang Narkoba
Kepolisian Filipina mengklaim telah menembak mati 4.021 terduga pengguna dan pengedar narkoba, yang menolak ditahan. Sedangkan kelompok-kelompok HAM memperkirakan ada lebih dari 12.000 kematian dalam operasi ini, termasuk mereka yang status hukumnya belum jelas.