TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah masjid baru di Teheran, Iran, memicu argumen mengenai rancangannya yang bagi sebagian orang dinilai terlalu futuristik dan tidak memiliki karakteristik kultur Islam.
Berbeda dengan masjid pada umumnya, Masjid Vali-e-Asr ini tidak memiliki kubah atau menara, serta menampilkan desain gelombang beton.
Baca: Dosen asal Kanada Keturunan Iran Tewas di Penjara Teheran
Menurut arsiteknya, Reza Daneshmir, desain mesjid ini mengadopsi desain moderen dan batu abu-abu dan tidak memiliki menara dan kubah. Pejabat kota Teheran awalnya menolak rancangan mesjid ini.
Baca: Kubu Reformis Kuasai Seluruh Kursi Dewan Kota Teheran, Iran
"Saya menjelaskan siapa khalayak sebenarnya dari masjid ini [dan] akhirnya saya berhasil membujuk mereka. Kami menginginkannya menjadi proyek avant garde (ide baru eksperimental), bukan yang konservatif dan terbelakang," kata Daneshmir, seperti dilansir Sputnik News pada 25 Februari 2018. Berita ini juga dilansir ABC News.
Namun, beberapa orang di negeri mullah ini, terutama kaum konservatif, mengklaim bangunan itu menyerupai sejenis topi bernama Kippah, yang biasa digunakan umat Yahudi. Mereka menambahkan struktur baru tersebut dilihat sebagai bagian dari serangan sekuler yang mulai menggerogoti republik Islam ini.
Sebuah editorial yang dipublikasikan di situs berita non-pemerintah, Mashregh, menuduh pihak berwenang berkhianat karena menyetujui pembangunan masjid avant garde Vali-e-Asr di Teheran ini.
Namun, Daneshmir menegaskan sebuah masjid dapat dibangun dalam bentuk apapun. Bahkan menurutnya, masjid pertama yang pernah dibangun pada masa Nabi Muhammad SAW juga tidak memiliki kubah atau menara.
Daneshmir dan rekannya, Catherine Spiridonoff menambahkan bahwa struktur kubah, diadopsi dari arsitektur Kristen.
Sementara menara adalah sesuatu yang hanya berfungsi di masa lalu. Jaman dahulu, seorang muazin akan menaiki tangga spiral ke puncak menara lima kali sehari untuk mengumandangkan azan, namun praktik itu telah menghilang di seluruh dunia Muslim, di mana kebanyakan masjid sekarang dilengkapi dengan pengeras suara.
Nima Borzouie, seorang mahasiswa berusia 18 tahun, mengakui dia pada awalnya tidak menyadari bahwa bangunan itu merupakan masjid, namun dia menyetujui gagasan itu.
"Aspek spiritual sebuah masjid lebih penting daripada arsitekturnya ... bukan masalah besar jika tidak mengikuti arsitektur stereotip masjid yang memiliki kubah atau menara... ini adalah tempat berdoa," kata mahasiswa Iran ini.
Terlepas dari segala macam perdebatan, bangunan seluas 25.000 meter persegi itu akhirnya selesai setelah proses pembangunan yang memakan waktu sekitar 10 tahun dan menghabiskan biaya US$ 16 juta atau Rp 218,5 miliar.
Terletak di daerah perbelanjaan yang populer di dekat Universitas Teheran, Iran, Masjid Vali-e-Asr dilengkapi perpustakaan, ruang bacaan, ruang kelas dan amphiteater-nya sendiri. Masjid itu direncanakan akan terbuka untuk umum dalam beberapa bulan ke depan.