TEMPO.CO, Jakarta - Polisi Argentina menyita hampir 400 kilogram kokain dalam sebuah operasi penggerebekan mengejutkan di lingkungan Kedutaan Besar Rusia di Ibu Kota Buenos Aires.
Beberapa tersangka pedagang obat terlarang ditahan dalam operasi itu. Seorang mantan diplomat Rusia dan seorang perwira polisi Argentina termasuk di antara enam orang yang ditangkap pada Kamis, 22 Februari 2018, itu seusai penyelidikan 14 bulan. Terdapat tiga orang lain yang ditangkap di Rusia.
Baca: Kenalkan, Rudal Setan 2 Milik Rusia: Bisa Hancurkan Satu Negara
Menteri Keamanan Argentina Patricia Bullrich mengatakan dalam sebuah konferensi pers bahwa obat terlarang itu bernilai sekitar US$ 62 juta atau Rp 848,1 miliar.
Baca: Amerika Vs Rusia: Drone MQ-9 Reaper Hancurkan Tank T-22 di Suriah
"Sekelompok anggota kartel mencoba menggunakan layanan transmisi diplomatik di Kedutaan Besar Rusia untuk menyelundupkan zat terlarang ke Eropa," ucapnya seperti dilansir Reuters pada 23 Februari 2018. Fox News dan New York Times juga melansir berita ini.
Operasi gabungan antara polisi Rusia dan Argentina dilakukan menyusul penemuan paket narkoba pada Desember 2016. Duta Besar Rusia untuk Argentina, Víktor Koronelli, dan tiga anggota Dinas Keamanan Federal Rusia menuturkan kepada Bullrich pada 13 Desember 2016 bahwa ada 16 kiriman barang yang berisi obat-obatan terlarang.
Bullrich berujar, penggerebekan itu berhasil setelah Koronelli memberi polisi Argentina sebuah kunci untuk masuk sekolah melalui pintu samping.
Sebagai bagian dari operasi polisi Argentina-Rusia, yang belum pernah terjadi sebelumnya, pihak berwenang mengganti kokain dengan tepung saat masih di kedutaan.
"Obat tersebut diganti dengan tepung dan perangkat itu dipasangi cip GPS untuk memantau proses pengiriman 16 pak dan hasilnya menyebabkan penangkapan lima tersangka, yang melibatkan dua orang Argentina dan tiga orang Rusia," ucap Bullrich.
Menurut Bullrich, narkoba murni seberat 389 kg berkualitas tinggi itu akan dikirim ke Rusia dan Jerman.
Bullrich mengatakan agen dinas keamanan Rusia terbang ke Argentina tiga kali untuk membantu penyelidikan kasus yang berlangsung lebih dari satu tahun tersebut. Investigator menduga pasokan obat itu bersumber dari Kolombia atau Peru.