TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Agus Maftuh Abegebriel, mengeluhkan sikap Arab Saudi yang masih membuka kran penerimaan buruh migran dari Indonesia. Padahal Indonesia masih memberlakukan moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia ke sana menyusul tingginya kasus penyiksaan.
Menurut Agus, tenaga kerja dari Indonesia sangat disukai oleh warga Arab Saudi dibandingkan dengan negara-negara lain, misalnya Filipina. "Tenaga kerja dari Indonesia bisa mengajarkan bacaan Quran dan surat-surat pendek. Selain itu, dikenal resik dan tidak jorok," kata Agus di depan wartawan, Kamis, 15 Februari 2018.
Direktur perlindungan WNI Kemlu, Lalu Muhammad Iqbal (kiri) bersama Duta Besar RI untuk Arab Saudi, Agus Maftuh, menyampaikan keterangan pada wartawan mengenai kasus-kasus hukum yang dihadapi WNI di Arab Saudi, negara terbesar kedua, dimana WNI menghadapi ancaman hukuman mati. Foto: WNI di Malaysia
Agus menambahkan, saat ini sulit mendata berapa jumlah warga negara Indonesia yang ada di Arab Saudi karena banyak jalan ilegal menuju Arab Saudi. Biasanya para tenaga kerja Indonesia yang masuk jalur tak resmi itu baru bermunculan ketika tersandung masalah.
"Cuma Allah yang tahu pasti berapa jumlah WNI di Arab Saudi. Ini karena banyaknya jalan ilegal menuju ke sana," kata Agus.
Di antara jalan ilegal yang sering terjadi adalah lewat visa ziarah, yang berlaku selama 90 hari. Visa ziarah ini diterbitkan oleh
Kerajaan Arab Saudi.
Ketika masa berlaku visa ziarah habis, maka visa akan dikonversi menjadi visa izin tinggal, yang masa berlakunya lima tahun sampai 10 tahun.
Agus mengatakan, para tenaga kerja Indonesia yang nekad menempuh jalur ilegal, menyulitkan pihaknya. Sebab mereka tidak terdata dan sulit melakukan pembelaan jika ada masalah, seperti soal gaji yang tidak layak atau gaji yang tak dibayarkan. Agus memperkirakan secara kasar ada sekitar 540.000 WNI overstay di seluruh Arab Saudi.