TEMPO.CO, Venezuela -- Kebebasan berekspresi di Venezuela mengalami represi selama masa pemerintahan Presiden Nicolas Maduro. Empat jurnalis investigasi dari situs berita Armando.info terpaksa melarikan diri dari negara, yang sedang mengalami krisis ekonomi itu. Ini karena mereka merasa khawatir adanya persekusi oleh seorang pengusaha yang menjadi pendukung Maduro.
Situs Armando.info merupakan rekan dari International Consortium of Investigative Journalists, yang menerbitkan berbagai temuan pelanggaran oleh pejabat pemerintah termasuk praktek korupsi. Ini terbukti dengan munculnya tulisan global oleh berbagai media internasional dengan tema Panama Papers dan Paradise Papers, yang berisi mengenai penyimpanan aset oleh pejabat publik dari berbagai negara di negara tertentu seperti Panama, yang diduga untuk menghindari pembayaran pajak.
Baca:
Lapar, Warga Venezuela Rajam Sapi Hingga Mati
"Untuk sementara kami ke luar negeri untuk mempublikasikan tulisan ini," kata Joseph Poliszuk kepada ICIJ seperti dilansir situs ICIJ.org, Jumat, 9 Februari 2018.
Baca: Venezuela Krisis, Ini Pesan Sri Mulyani
Poliszuk mengatakan dia dan ketiga rekannya merasa lebih aman untuk mempublikasikan tulisan ini di luar Venezuela. Tulisan ini berisi cerita mengenai seorang pengusaha Kolombia bernama Alex Saab, yang diduga mengambil keuntungan dengan menjual produk makanan dengan harga inflasi lewat program pemerintah Venezuela. Program ini awalnya ditujukan untuk memberi makan orang miskin.
Ribuan penentang Presiden Nicolas Maduro berbaris di Caracas, Venezuela, 26 April 2017. Pasukan keamanan memblokir pemrotes anti-pemerintah yang berusaha melakukan demonstrasi ke kantor Ombudsman. AP/Fernando Llano
Saab mendapatkan kontrak pemerintah Venezuela lalu mendirikan sebuah perusahaan atas namanya di luar negeri (offshore company).
Poliszuk mengatakan pada akhirnya mereka berencana pulang ke Venezuela untuk melanjutkan reportase mereka ini. "Saya masih agak tergucang. Kami tidak mengira reaksinya seperti ini," kata Poliszuk.
Tulisan ini menjabarkan kongkalikong pengadaan makanan untuk program pemerintah bagi orang miskin. Namun para jurnalis ini menemukan ada perusahaan di luar negeri yang diduga terkait langsung dengan Maduro dan terlibat dalam pengadaan ini.
Berdasarkan dokumen yang ditemukan keempat jurnalis ini, perusahaan di luar negeri itu bernama Grupo Grand Limited, yang berbasis di Hong Kong. Grupo mendapat order pengadaan makanan senilai US$340 juta atau sekitar Rp4,6 triliun. Kontrak ini berasal dari perusahaan BUMN Venezuela, yang bernama Tachira.
Diego Maradona berpose untuk seragam Argentina bersama presiden Venezuela Nicolas Maduro. Internet
Jenis makanan yang diimpor seperti saus tomat, pasta dan kacang polong. Harga yang dikenakan Grupo untuk makanan ini lebih tinggi 50 persen daripada harga tomat di pasaran dan 80 persen lebih tinggi dari pada harga pasta dan kacang polong di pasaran.
Padahal saat ini ada ratusan hingga ribuan anak-anak kelaparan di Venezuela akibat krisis ekonomi.
"Jadi banyak yang bisa dilakukan menggunakan uang itu," kata Poliszuk. "Dan terlebih lagi, ada orang-orang yang mendapat keuntungan tertentu."
Saab membantah temuan dari keempat jurnalis ini dan mengatakan tidak memiliki hubungan dengan Grupo. Padahal, dokumen yang diperoleh wartawan investigasi Venezuela ini menunjukkan anak lelaki Saab tercatat di Grupo. Alamat perusahaan ini juga sama dengan perusahaan lain yang dimiliki Alex Saab.