TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin oposisi Kamboja, Sam Rainsy menggugat Facebook dengan tujuan memaksa raksasa media sosial asal Amerika Serikat tersebut berbagi informasi mengenai akun Perdana Menteri Hun Sen.
Politisi yang memimpin partai oposisi Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP) itu, menuding Hun Sen, membeli jutaan "suka" agar halaman Facebooknya menjadi populer dan kemudian menyalahgunakannya.
Baca: Hun Sen Bersumpah Pertahankan Jabatannya Hingga 10 Tahun Lagi
"Kami mengandalkan Facebook untuk membantu menjelaskan manipulasi teknologi rezim tersebut. Jika Hun Sen tidak menyembunyikannya, dia harus mendukung penyelidikan kami atas aktivitasnya," kata Rainsy.
Pengacara Rainsy, Richard Rogers menghubungi Facebook 18 bulan yang lalu untuk memberitahukan tentang kekhawatiran nyata bahwa Hun Sen memanipulasi proses demokrasi melalui Facebook dengan membeli suka dan memberi kesan palsu tentang popularitasnya.
Namun saat itu, Facebook tidak memberi tanggapan. Sehingga Rainsy bekerja sama dengan firma hukum San Francisco, mengajukan tuntutan hukum pada Kamis, 8 Februari 2018.
Baca: Hun Sen Persilakan Amerika Pangkas Semua Dana untuk Kamboja
Menurut Rogers, tuntutan ini untuk menemukan bagaimana rezim Hun Sen menyalahgunakan platform media massa untuk menopang popularitasnya dan memberi kesan palsu tentang legitimasinya.
"Penting untuk mencatatnya dengan benar dan orang-orang Kamboja memiliki hak untuk mengetahui apakah pemimpin mereka memanipulasinya," kata Rogers, seperti yang dilansir Guardian pada 9 Februari 2018.
Tuntutan Rainsy meminta Facebook untuk memberikan informasi termasuk jumlah uang negara yang dikeluarkan untuk beriklan.
Rainsy juga menuntut Facebook mengirimkan bukti penyebaran propaganda Hun Sen dan menggunakannya untuk membuat pernyataan mengancam, berbahasa kasar dan melecehkan kepada Rainsy dan pendukungnya, yang secara langsung melanggar kode etik Facebook.
Setelah bergabung dengan Facebook tahun 2016, akun Hun Sen termasuk yang tercepat memanen pendukung, sedikitnya 3 juta akun memberi tanda 'suka' dalam hitungan bulan. Dia sekarang memiliki lebih dari 9 juta pendukung dan dalam sebuah laporan baru-baru ini, halaman Facebook-nya menduduki peringkat ketiga terpopuler di antara para pemimpin dunia.
Namun, analisis mencatat bahwa 8 persen akun yang menyukai halaman Facebook milik Hun Sen berasal dari negara-negara di luar Kamboja, termasuk, India, Meksiko dan Filipina. Ini adalah tempat di mana pabrik klik, perusahaan yang menjual popularitas media sosial palsu diketahui beroperasi.
Baca: Hun Sen Ancam Perang Saudara Jika Partainya Kalah Pemilu
Hun Sen membantah tentang kecurigaan Rainsy. Menurutnya, itu indikator dari popularitas globalnya. Menurut juru bicara pemerintah, Phay Siphan, tuntutan hukum Rainsy sebagai pelecehan. Rainsy, ujarnya seharusnya tidak lagi dianggap sebagai tokoh politik.
Menurutnya, harus dibuktikan bahwa Hun Sun melanggar kode etik Facebook, sehingga halaman Facebooknya dapat diblokir. Sejauh ini satu-satunya pemimpin dunia yang akunnya diblokir adalah pemimpin Chechnya yang didukung Kremlin, Ramzan Kadyrov. Akun Facebooknya resmi dinonaktifkan bulan lalu.
Tuntutan hukum muncul setelah Desember lalu, pengadilan tertinggi Kamboja memerintahkan CNRP, satu-satunya partai oposisi, untuk dibubarkan. Dengan putusan pengadilan ini, Hun Sen dipastikan menjadi perdana menteri selama 33 tahun tanpa lawan politik dalam pemilihan umum tahun ini.
Hun Sun juga menggunakan Facebook untuk menyebarkan pesannya kepada kaum muda dan menargetkan pengkritiknya. Sedikitnya 15 orang ditangkap di Kamboja sejak tahun 2014 karena isi pesannya di Facebook.
Juru bicara Facebook, Genevieve Grdina menolak untuk mengomentari gugatan tersebut, namun mencatat bahwa setiap akun dapat menargetkan iklan ke khalayak internasional. Selain itu, Faceboook, ujarya terus memblokir pendaftaran jutaan akun palsu setiap harinya dan telah memperbaiki sistemnya untuk mengidentifikasi pengguna yang tidak benar.