TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Kejahatan Internasional atau ICC mengatakan lembaganya sedang mempelajari tudingan terhadap Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, yang diduga melakukan kejahatan kemanusiaan.
Keterangan tersebut disampaikan juru bicara kepresidenan, Harry Roque, kepada media di Manila pada Kamis, 8 Februari 2018. Menurut Roque, sangkaan ICC mengenai kematian ribuan orang Filipina selama perang melawan narkoba hanya buang-buang waktu.
Baca: Bunuh Ribuan Orang dalam Perang Narkoba, Duterte Tetap Populer
Senator Filipina Leila De Lima berada di dalam sebuah mobil van kepolisian usai menyerah diri di Metro Manila, Filipina 24 Februari 2017. Presiden Duterte menyebut de Lima sebagai seorang 'perempuan tidak bermoral, karena diduga terlibat perdagangan narkoba dengan memeras uang dari narapidana di penjara terkenal New Bilibid, dan membiarkan para napi itu mendulang uang dengan melakukan perdagangan obat dalam penjara. REUTERS
Sekitar empat ribu orang, hampir semuanya warga miskin Filipina, tewas dibedil polisi dalam operasi pemberantasan perdagangan narkoba. Insiden tersebut selanjutnya mendapatkan perhatian komunitas internasional. Para penggiat hak asasi manusia yakin bahwa jumlah korban tewas lebih dari yang disebutkan pemerintah.
Roque mengatakan, dia telah berdiskusi masalah isu yang disampaikan ICC selama dua jam bersama Presiden Duterte dan mantan Jaksa Agung. Menurutnya, Presiden Duterte siap diadili.Puluhan mantan pengguna napza yang tergabung dalam Persaudaraan Korban NAPZA Indonesia melakukan aksi unjuk rasa, di depan Kedutaan Besar Filipina, Jakarta, 11 Oktober 2016. Menurut merka, tindakan Duterte pada pengguna narkoba dianggap melanggar Hak Asasi Manusia. TEMPO/Imam Sukamto
"Beliau sakit dan bosan dituduh," kata Roque yang juga seorang ahli hukum internasional seperti dikutip Reuters. "Beliau siap diadili dan didampingi para jaksa."
Baca: Duterte Umumkan Nama Pejabat Diduga Terkait Narkoba
Situs ICC yang berkedudukan di Den Haag, Belanda, tidak memberikan informasi baru mengenai tudingan terhadap Presiden Filipina Duterte. Sejak didirikan pada 2002, ICC menerima lebih dari 12 ribuan keluhan, hanya sembilan yang diproses di pengadilan.