TEMPO.CO, Jakarta - Komite Intelejen DPR AS mendukung secara aklamasi perilisan memo buatan Partai Demokrat sebagai respon atas rilis memo Partai Republik, yang berisi kritik terhadap Biro Investigasi Federal AS (FBI) pada pekan lalu, sambil menunggu respon Presiden Donald Trump.
Trump memiliki waktu lima hari untuk mengkaji memo itu dan memutuskan apakah dia setuju memo itu dipublikasikan karena isinya menyangkut isu keamanan nasional.
Ekspresi Presiden Terpilih AS, Donald Trump saat mendengarkan jawaban mantan pesaingnya, Hillary Clinton dalam debat calon presiden di Washington University, St. Louis, Missouri, AS, 9 Oktober 2016. REUTERS/Rick Wilking
Baca: Trump Vs FBI: Memo Kontroversial Dipublikasikan
Anggota DPR, Adam Schiff, dari Partai Demokrat, yang menjadi anggota Komite Intelijen DPR AS, mengatakan Kementerian Kehakiman dan FBI akan mendapat kesempatan untuk mengecek memo Demokrat itu, yang akan dikirim ke Gedung Putih pada Senin malam, 5 Februari 2018 waktu setempat.
Baca Juga:
Baca: Trump Vs FBI: Proses Investigasi Dipolitisasi untuk Demokrat
"Voting aklamasi DPR mendukung publikasi memo ini," kata Schiff. "Saya kira para anggota DPR dari Partai Republik menyadari bahwa setelah mereka mendesak transparansi penuh (mengenai investigasi FBI atas tim kampanye Trump), mereka mendapat kecaman sepekan lalu karena mencoba melarang publikasi memo dari minoritas Demokrat," kata Schiff. Berita ini dilansir ABC News, CBS, dan Fox News.
ABC News melansir, politikus Demokrat mengatakan memo itu berisi poin-poin bantahan atas memo Republik yang dideklasifikasi Trump pada pekan lalu.
Wakil Direktur FBI, Andrew McCabe, mundur, setelah kerap dikritik Presiden AS Donald Trump. Reuters
Memo Republik secara jelas menuding FBI dan Kementerian Kehakiman telah bersikap bias dalam melakukan investigasi terhadap tim kampanye Trump terkait dugaan kolusi dengan Rusia. Penasehat khusus Robert Mueller, yang ditunjuk Kementerian Kehakiman, sedang menyelidiki Trump dan kampanyenya terkait dugaan berkolusi dengan Rusia.
Mueller juga sedang menyelidiki apakah melakukan upaya menghalangi penegakan hukum dengan memberhentikan direktur FBI, James Comey, yang pada tahun lalu sedang mengusut kasus ini.
Terkait peran Partai Demokrat, ada dokumen buatan bekas mata-mata Inggris, Christopher Steele, yang dibayar Demokrat untuk membuat investigasi mengenai aktivitas Trump di Rusia. Dokumen ini juga dipakai FBI untuk menginvestigasi penasehat kampanye Trump, Carter Page.
FBI menggunakan undang-undang Foreign Intelligence Surveillance Act dan pengadilan untuk memberikan persetujuan untuk investigasi terhadap tim kampanye Trump.
Menurut Republik, FBI dan Kementerian Kehakiman seharusnya menyatakan secara jelas dalam dokumen investigasi mereka bahwa dokumen itu berasal dari investigasi buatan Demokrat untuk menjatuhkan Trump terkait persaingan pada Pilpres 2016. Saat itu, kandidat asal Demokrat, Hillary Clinton, dikalahkan Trump.
Menurut Demokrat, FBI telah memberitahukan adanya motivasi politik terkait pembuatan dokumen Steele itu saat menggunakan FISA ini. Meskipun FBI memang tidak menyatakan dengan jelas bahwa dokumen Steele itu adalah pesanan dari GPS Fusion, yang merupakan kelompok riset yang mendapat pendanaan dari Komite Nasional Demokrat, yang mendukung Hillary Clinton sebagai kandidat Presiden 2016 melawan Trump.