TEMPO.CO, Seoul - Utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Myanmar, Dr Yanghee Lee, mengatakan operasi militer Myanmar terindikasi kuat sebagai genosida dan kejahatan atas kemanusiaan terhadap warga minoritas Muslim etnis Rohingya.
Lee mengunjungi Bangladesh dan mewawancarai sekitar seratus warga pengungsi Rohingya di perbatasan Bangladesh.
Citra satelit inframerah yang dirilis oleh DigitalGlobe, menunjukkan gambaran umum dari desa Gu Dar Pyin, Myanmar, 26 Mei 2017. Associated Press telah mengkonfirmasi lebih dari lima kuburan massal telah ditemukan di desa Myanmar, Gu Dar Pyin, melalui beberapa wawancara dengan lebih dari dua lusin orang yang selamat di kamp pengungsi Bangladesh. (DigitalGlobe via AP)
Baca: Myanmar Membantah 5 Kuburan Massal Warga Rohingya, Klaim Teroris
“Tindakan militer Myanmar merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan,” kata Lee dalam jumpa pers di Seoul, Korea Selatan, seusai bertemu para pengungsi Rohingya di Bangladesh, seperti dilansir media Business Insider Kamis, 1 Februari 2018. Berita ini juga dilansir oleh Express dan ABC News.
Baca: Kisah Horor Penemuan 5 Kuburan Massal Rohingya di Myanmar
Saat ditanya apakah dia mendapat informasi mengenai lima kuburan massal warga Rohingya di negara bagian Rakhine, Myanmar utara, Lee mengatakan dia tidak mendapat informasi spesifik soal itu. “Namun, Anda bisa melihat ada pola di sini.”
Lee mendatangi kamp pengungsi di perbatasan Bangladesh, yang mayoritas terdapat di daerah Cox Bazar.
Lee mengatakan pemerintah Myanmar harus bersikap tegas terhadap isu pelanggaran Hak Asasi Manusia ini. “Myanmar harus menyingkirkan beban moral soal apakah melakukan atau tidak melakukan. Jika terbukti mereka melakukan, harus ada pertanggung-jawaban,” kata Lee.
“Tidak boleh ada fakta yang tidak diungkap karena para korban, dan keluarganya benar-benar berhak untuk mendapatkan jawaban.”
Lee juga mendukung Tim Pencari Fakta bentukan PBB dan akses bagi media internasional untuk mengungkap tindakan militer Myanmar dan milisinya saat menggelar operasi militer di negara bagian Rakhine, yang menjadi tempat populasi Rohingya.
Seperti diberitakan, militer Myanmar dan milisi Budha garis keras menggunakan serangan kelompok separatis Rohingya pada pertengahan Agustus 2017 sebagai alasan untuk menggelar operasi militer di negara bagian Rakhine itu.
Militer Myanmar dan milisi menyerang desa dan rumah-rumah warga etnis minoritas Rohingya, membunuh warga lelaki, perempuan dan balita, dan mengusir warga yang ketakutan dari tempat tinggalnya.
Militer Myanmar dan pendukugnya menyebut warga etnis Rohingya sebagai warga Bengali, yang dibawa Inggris ke negara itu pada era kolonial.
Media yang menjadi corong pemerintah Myanmar, seperti diberitakan Straits Times, telah membantah lima kuburan massal di Rakhine sebagai kuburan warga sipil. Militer menyebut para korban sebagai 19 teroris yang menyerang petugas keamanan. Sementara berdasarkan laporan media AP, korban yang selamat bercerita tentara Myanmar mengubur warga Rohingya yang tewas dan menaburi zat asam untuk menghilangkan identitas dan barang bukti di lokasi.