TEMPO.CO, Cox Bazar – Otoritas Myanmar membantah laporan adanya lima kuburan massal warga minoritas Rohingya di Desa Gu Dar Pyin, di Rakhine, negara bagian Myanmar.
Otoritas setempat mengatakan itu adalah kuburan dari kelompok teroris yang menyerang petugas keamanan di sana.
Pengungsi Muslim Rohingya menonton video kuburan massal Gu Dar Pyin di dalam tenda di kamp pengungsi Kutupalong, Bangladesh, 14 Januari 2018. Seorang saksi menyaksikan lebih dari 200 tentara menghancurkan desa Gu Dar Pyin di siang hari. Tentara itu mencari rumah warga Muslim dan puluhan tetangga mereka kaum Budha dengan menggunakan penutup wajah mengambil harta benda Rohingya dan memasukkannya ke dalam sekitar 10 kereta dorong. (AP Photo)
Baca: Amerika Serikat: Kuburan Massal Rohingya di Myanmar Mengganggu
Media yang menjadi corong pemerintah Myanmar, Global New Light, mengatakan itu adalah kuburan 19 orang teroris dalam artikel yang diterbitkan pada Jumat, 2 Februari 2018 waktu setempat.
Baca: Kisah Horor Penemuan 5 Kuburan Massal Rohingya di Myanmar
Seperti dilansir media AP dan dikutip berbagai media internasional termasuk Straits Times sejak pekan lalu, lima kuburan massal itu adalah kuburan warga Rohingya, yang dibunuh pada 27 Agustus.
Para korban selamat bercerita tentara Myanmar tiba di lokasi dengan membawa pacul dan sekop untuk menggali lubang dan menaburi zat asam untuk menghancurkan tubuh para korban.
Pengungsi Muslim Rohingya Mohammad Karim (26) menunjukkan video kuburan massal Gu Dar Pyin di dalam tenda di kamp pengungsi Kutupalong, Bangladesh, 14 Januari 2018. Korban yang masih hidup, bersaksi bawah tenyara Myanmar setelah menembak mati warga Rohingya, mereka juga menyiramkan air keras ke tubuh korban guna menghilangkan jejak. (AP Photo/Manish Swarup)
Militer Myanmar dituding melakukan perang pembersihan etnis terhadap warga minoritas Muslim Rohingya, yang tinggal di negara bagian Rakhine, di utara Myanmar. Mereka bersama kelompok milisi Budha garis keras, menyerang warga di rumah dan desanya untuk mengusir orang-orang yang mereka namai Bengali ini.
Utusan khusus PBB untuk Hak Asasi Manusia di Myanmar, Dr Yanghee Lee, mengatakan operasi militer Myanmar di Rakhine pada tahun lalu merupakan sebuah tindakan genosida.
Meskipun banyak laporan menyatakan terjadi tindak kekerasan massal saat militer Myanmar menggelar operasi pembersihan, pihak militer hanya mau mengakui satu insiden. Menurut mereka, insiden ini terjadi di Desa Inn Din yaitu sekelompok tentara membunuh sepuluh warga sipil Rohingya.
Tindakan pelanggaran HAM oleh pasukan militer Myanmar dan kelompok milisi Budha garis keras ini telah membuat sekitar 700 ribu warga sipil Rohingya mengungsi untuk menyelamatkan diri. Mayoritas menetap di daerah perbatasan Cox Bazar di perbatasan Bangladesh.
Upaya pemerintah Myanmar untuk mengembalikan warga Rohingya ke desanya mendapat tentangan dari kelompok HAM dan pemerintah Bangladesh. Mereka menuntut pemerintah Myanmar bertanggung jawab terlebih dulu atas jaminan keamanan dan ekonomi warga, yang rumah serta harta bendanya dirusak hingga dibakar tentara Myanmar dan milisi garis keras.
Komisioner Repatriasi dan Bantuan Pengungsi Bangladesh, Abul Kalam, mengatakan,”Isu keamanan merupakan isu besar. Ini bukan hanya mengembalikan warga Rohingya ke desa mereka masing-masing tapi juga mengintegrasikan warga ke masyarakat sekitar.”