TEMPO.CO, New York – Pemerintah Korea Utara dinilai melanggar sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan menjual komoditas ekspor terlarang senilai US$ 200 juta (sekitar Rp2,7 triliun). Ini berdasarkan laporan dari tim monitor independen kepada Komite Sanksi Dewan Keamanan PBB pada Jumat, 2 Februari 2018.
“Korea Utara telah mengirimkan komoditas batubara lewat kapal ke sejumlah pelabuhan seperti Rusia, Cina, Korea Selatan, Malaysia, dan Vietnam,” begitu dilansir Reuters, Jumat, 2 Februari 2018. “Mereka menggunakan dokumen palsu yang menyebut asal batubara itu dari Rusia dan Cina dan bukannya dari Korea Utara.”
Raytheon sedang mengembangkan rudal SM-3 Blok IIA, yang menjadi bagian dari proyek gabungan antara Amerika Serikat dan Jepang. Kedua negara ini berencana untuk memasang dua lapisan sistem pertahanan udara untuk menghadapi ancaman rudal balistik antar benua Korea Utara atau negara lain. raytheon.com
Baca: Korea Utara Pasang Radio Pelacak Sinyal di Perbatasan Cina
15 negara anggota DK PBB telah bersepakat meningkatkan sanksi kepada Korea utara sejak 2006 untuk menghentikan aliran dana ke Pyongyang. Dana ini digunakan untuk mendanai pengembangan rudal balistik dan senjata nuklir. PBB telah bersepakat mengenakan berbagai sanksi seperti batubara, besi, tekstil, timbal dan seafood. PBB juga menyepakati pembatasan ekspor minyak bumi ke Korea Utara.
Baca: Olimpiade Musim Dingin, Atlet Korea Utara Tiba di Korea Selatan
“Korea Utara melanggar resolusi sanksi terbaru dengan mengeksploitasi jaringan global suplai minyak, menggunakan warga negara asing dan perusahaan offshore serta sistem perbankan internasional,” begitu laporan setebal 213 lembar ini.
Pemerintah Korea Utara belum menanggapi soal temuan ini. Sedangkan pemerintah Rusia dan Cina telah berulang kali mengatakan mereka telah mengimplementasi sanksi PBB atas Korea Utara.