TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat mengaku sangat terganggu dengan laporan temuan kuburan massal di negara bagian Rakhine, Myanmar. Laporan itu menyebutkan, militer terlibat dalam pembunuhan minoritas muslim Rohingya.
Kantor berita Associated Press sebelumnya telah mengkonfirmasi mengenai keberadaan lima kuburan massal yang tak pernah dilaporkan di Desa Gu Dar Pyin, Myanmar, melalui serangkaian wawancara dengan korban selamat di kamp pengungsi Bangladesh serta menyaksikan bukti rekaman video.
Baca: Myanmar Mendadak Larang PBB Masuk, Dipicu Temuan Kuburan Massal?
Jenazah pengungsi Rohingya ditemukan di dalam hutan perbatasan Malaysia dengan Thailand. [Photo: Reuters]
"Kami benar-benar sangat terganggu dengan laporan keberadaan kuburan massal di Myanmar," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, Heather Nauert, kepada wartawan di Washington.
"Kami perlu hati-hati menyaksikan semua ini. Kami fokus pada pemberian bantuan untuk memastikan siapa yang bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia ini," ucapnya.
Sementara itu juru bicara PBB, Stephane Dujarric, mengatakan bahwa laporan tersebut sangat mengganggu dan meminta kepada Myanmar memberikan akses ke lokasi temuan kuburan massal tersebut.
"PBB sangat menaruh perhatian terhadap kemungkinan terjadinya pembunuhan massal," ujarnya seperti dikutip The Guardian.Tim forensik memeriksa tengkorak kepala manusia yang diambil dari kuburan massal yang berada dalam hutan dekat perbatasan Malaysia di Thailand, 2 Mei 2015. Sekitar 30 kuburan yang digali didiga imigran dari Myanmar dan Bangladesh. REUTERS/Damir Sagolj
Pemerintah Myanmar berkali-kali mengelak bahwa kuburan massal seperti di Gu Dar Pyin tidak pernah ada. Myanmar hanya mengakui satu kuburan massal berisi 10 teroris di Desa Inn Din.
Baca: Pertama Kali, Militer Myanmar Akui Bunuh 10 Etnis Rohingya
Tetapi laporan AP memperlihatkan militer Myanmar membantai penduduk sipil dan memasukkannya ke dalam kuburan massal berisi puluhan orang. Aksi sadis serdadu Myanmar itu dibenarkan oleh sejumlah korban selamat sebagaimana mereka katakan kepada wartawan yang dikutip oleh situs berita Independent.ie.
Menurut para korban selamat, anggota militer Myanmar itu membantai tidak hanya dengan senapan, pisau, peluncur roket dan granad, tetapi mereka juga menggunakan sekop untuk menggali lubang serta air keras untuk membakar wajah dan tangan sehingga mayat tidak bisa dikenali.