TEMPO.CO, Jakarta - Warga Kabul di Afganistan punya cara baru untuk mengantisipasi serangan teror bom yang semakin sering terjadi, yaitu menyelipkan selembar kertas berisikan data penting tentang diri mereka yang disimpan di dalam dompet atau saku jaket mereka.
Menurut Mujeebullah Dastyar, selembar kertas tentang data dirinya yang penting disimpan di dalam dompetnya. Isi kertas itu seperti nomor telepon yang dihubungi dalam kondisi darurat, golongan darah, dan alamat tempat Datsyar bekerja.
Baca: Taliban: Bom Ambulans Afganistan adalah Pesan Khusus Buat Trump
"Jika saya terluka atau bahkan tewas dalam serangan, setidaknya dokter akan memiliki informasi tentang saya," kata Datsyar kepada Al Jazeera.
Fazila Shahedi, 20 tahun, mahasiswa ilmu politik di satu universitas di Kabul juga membawa selembar kertas berisikan informasi penting tentang dirinya.
"Saya menyimpan satu di dompet dan lainnya di saku jaket saya. Jika satu rusak karena serangan, yang satu lagi dapat dibaca," kata Shahedi.
Perempuan ini juga tak dapat menyimpan rasa khawatirnya akan menjadi korban serangan dan tewas.
Warga Afganistan menyimpan data diri mereka di selembar kertas dan dibawa kemana saja pergi untuk berjaga-jaga jika jadi korban teror sehingga dapat segera dikenali dan dirawat di rumah sakit. [AL JAZEERA]Seorang korban luka dilarikan ke rumah sakit akibat serangan bom di Kabul, Afganistan, Sabtu, 27 Januari 2018. (AP)
Baca: Korban Tewas Serangan Taliban di Afganistan Lebih Dari 100 Orang
"Saat saya meninggalkan kamar saya saya bertanya ke diri saya, akankah saya kembali atau tidak? Saya sangat muda dan saya tidak mau meninggal. Tak seorang pun akan tahu anda saya tewas besok dalam serangan bunuh diri, setidaknya catatan ini akan membantu keluarga saya dan teman saya," tutur Shahedi.
Seorang warga Kabul usia 25 tahun menuturkan, dia juga menulis pengalamannya di buku diari.
"Jika saya merasa lemah, saya menuliskannya di buku diari saya," kata pria yang menolak disebut namanya.
"Memperhatikan situasi saat ini di Kabul, saya jadi tidak tahu apakah saya akan hidup. Saya tidak dapat tidur di malam hari kemarin, jadi saya pikir saya akan menulis di halaman pertama diari saya, memohon siapapun yang pertama mendapatkannya setelah saya tewas, untuk tidak membaca apa yang saya tulis di dalamnya," katanya.
Bahkan pria ini sudah memutuskan jasadnya akan diberikan kepada Universitas Kedokteran Kabul untuk digunakan bagi praktek mahasiswa kedokteran.
"Saya katakan kepada orang tua saya untuk memberikan jasad saya ke Universitas Kedokteran Kabul sehingga mereka dapat menggunakannya untuk kegiatan praktik mereka," ujarnya.
Baca: Kisah Lucu dan Menegangkan Saat Kunjungan Jokowi ke Afganistan
Sebagian besar warga Kabul lainnya merasa putus harapan setelah Taliban mengklaim sebagai pelaku teror bom yang ditaruh dalam ambulans dan meledak pada Sabtu, 27 Januari 2018, menewaskan lebih dari 100 orang dan melukai 235 orang.
Menurut Dastyar, masih banyak orang yang hilang akibat teror bom pekan lalu dan keluarganya masih mencari anggota keluarganya yang hilang itu.
"Satu dari teman-teman saya juga hilang dan kami terpaksa mengunggah tentang dirinya di media sosial untuk mengetahui dia dirawat di rumah sakit apa atau apakah dia masih hidup atau tewas," ujar Dastyar.
Akibat rasa tidak aman yang akut di seantro kota Kabul, para pekerja pemerintah pun jadi sering menelepon orang tua mereka yang tinggal di luar Afganistan untuk memberitahukan kondisi mereka di Kabul.
"Mereka sangat khawatir tentang keadaan saya. Tapi saya sudah melihat perang ini sejak saya lahir, jadi saya merasa siap untuk segala sesuatu, bahkan saya sudah berpengalaman dengan hal ini sekarang," ujar Dastyar tentang Afganistan.