TEMPO.CO, Jakarta - Polisi di kawasan Jalur Gaza melarang kaum perempuan untuk menonton pertandingan sepak bola di stadion di wilayah yang dikuasai kelompok Hamas Palestina.
Aktifis perempuan Palestina, yang berharap pertandingan pada Ahad, 28 Januari 2018, menjadi pertandingan pertama yang bisa mereka tonton bersama dengan kaum pria, mengeluhkan perlakuan polisi itu.
Baca: Israel Tuding Iran Bangun Industri Misil di Gaza, Palestina
Pihak berwenang di daerah kantong Palestina yang dikelola oleh gerakan Islam Hamas mengatakan kepada para wanita itu bahwa mereka tidak diizinkan masuk ke stadion di kamp pengungsi Nuseirat di selatan Kota Gaza.
Baca: Mahkamah Internasional Akan Selidiki Kejahatan Perang Gaza
Beberapa perempuan terpaksa menyaksikan pertandingan antara klub Al-Nuseirat dan Al-Jalaa dengan berdiri di luar pagar kawat.
"Kami datang ke sini untuk mendukung tim Nuseirat secara langsung, namun kami terkejut dengan kehadiran penjaga keamanan Hamas, yang menutup pintu gerbang dan tidak membiarkan kami masuk ke dalam," kata Ayat Othman, salah satu wanita yang dilarang memasuki stadion.
Peraturan di Gaza selama ini hanya membolehkan perempua yang merupakan keluarga pemain untuk berada di dalam stadion. Dan, pertandingan hari Ahad kemarin seharusnya menandai pertama kalinya kaum wanita dapat hadir secara bersama-sama untuk menonton pertandingan bola.
Awalnya dikabarkan kaum perempuan akan duduk terpisah dari pria di stadion sepak bola. Ini merupakan sebuah inisiatif untuk meningkatkan aktivitas klub olahraga di daerah Nuseirat.
Amal Shihadeh, seorang aktivis dari inisiatif ini, mengatakan dia kecewa dengan tindakan pihak berwenang.
"Kami ingin hari ini di Gaza berkumandang sorak-sorai para perempuan untuk klub Al-Nuseirat, tapi sayangnya kami terkejut saat mengetahui setelah berkoordinasi dengan pasukan keamanan bahwa pintu gerbang ditutup meski ada bagian khusus wanita," katanya, seperti yang dilansir Arab News pada 28 Januari 2018.
Farid Abu Yusuf, kepala klub sepak bola Al-Nuseirat, sebelumnya mengatakan dia berharap kaum perempuan diizinkan hadir dalam pertandingan ini.
"Kami tidak memiliki masalah (dengan wanita yang hadir) tanpa berbaur, dengan bagian untuk wanita dan bagian untuk pria," kata Farid.
"Para pemain meminta ibu, saudara perempuan dan istri mereka untuk hadir dan semua wanita ingin hadir."
Hamas memberlakukan hukum Islam di daerah kantong, yang diblokade pasukan Israel, dengan melarang alkohol dan berupaya untuk membatasi interaksi antara lelaki dan perempuan di tempat umum.
Hamas menguasai Jalur Gaza pada 2007 menyusul perang saudara dengan Fatah yang sekuler, pimpinan Presiden Palestina Mahmud Abbas.
Sebuah kesepakatan rekonsiliasi ditandatangani pada Oktober 2017 dengan tujuan menyerahkan kendali Gaza kepada Otoritas Palestina, yang didominasi Fatah. Namun proses ini belum berlanjut.
Awal bulan ini, Arab Saudi mengizinkan kaum perempuan memasuki stadion sepak bola untuk pertama kalinya untuk menyaksikan pertandingan. Ini terjadi setelah kerajaan ultra konservatif itu mulai mengurangi peraturan ketat pemisahan berdasarkan jenis kelamin di tempat umum, yang telah bertahan selama beberapa dekade. Ada upaya serupa di Gaza untuk memberi kesempatan bagi para perempuan seperti di Saudi.