TEMPO.CO, Jakarta -Sebuah perusahaan informasi teknologi di Pakistan yang menjual gelar palsu secara online, berhasil meraup jutaan dollar atau ratusan miliar rupiah dari para pembeli asal Inggris hanya dalam satu tahun.
Seperti dilansir The Sun, Rabu 17 Januari 2018, lebih dari 3.000 kualifikasi gelar palsu dijual ke pembeli di Inggris sejak 2013 hingga 2014 oleh sebuah perusahaan bernama Axact yang berkantor di Kota Karachi.
Pada 2015, Axact dilaporkan menjual lebih dari 215 ribu gelar palsu secara global senilai US$51 juta atau setara dengan Rp670 miliar.
Modus Axact menggaet pembeli dengan membuat ratusan universitas online palsu. Ada yang bernama Brooklyn Park University dan Nixon University.
Para pembeli asal Inggris yang bersedia merogoh kocek dalam jumlah besar ini dilaporkan bekerja sebagai perawat, konsultan di Layanan Kesehatan Nasional Inggris (NHS) hingga kontraktor pertahanan.
Baca juga:
Inggris-Pakistan Akan Kerjasama Perangi Terorisme
"Gelar palsu ini merugikan pelajar dan pengusaha sejati. Jadi kami telah mengambil tindakan tegas untuk menindak orang-orang yang mencari keuntungan," kata Juru Bicara Kementerian Pendidikan Pakistan.
Beberapa staf klinis NHS juga terungkap membeli kualifikasi atau gelar palsu dari Axact. Ketika diberitahukan bahwa master sains dan teknologi kesehatan yang dimiliki oleh para staf adalah palsu, seorang konsultan di bidang pengobatan anak mengaku sangat terkejut.
Sementara perusahaan kontraktor keamanan, FB Heliservices, ternyata juga memiliki tujuh karyawan yang membeli gelar dari Axact, termasuk dua pilot helikopter. Gelar palsu itu dibeli dari Axact pada 2013-2015.
Kepala Pendidikan Tinggi Datacheck, Jayne Rowley mengatakan, membeli gelar palsu merupakan kecurangan dan bisa dikenakan sanksi hukum. Hanya 20 persen pengusaha maupun perusahaan di Inggris yang benar-benar memeriksa kualifikasi gelar karyawan mereka.
Tak hanya menjual gelar palsu. Bekas agen FBI, Allen Ezell, yang telah menyelidiki Axact sejak tahun 1980-an, menyebut perusahaan itu juga melakukan pemerasan terhadap pelanggannya.
Salah satunya dialami oleh Cecil Horner, teknisi Inggris yang kini bekerja di Arab Saudi. Anak Horner, Malcolm, mengaku masih menerima telepon ancaman dari perusahaan Pakistan itu setelah ayahnya yang meninggal pada 2015, membeli dokumen gelar palsu hampir sebesar 500 ribu poundsterling.