TEMPO.CO, Jakarta -Kepolisian Myanmar mengakui menembak massa yang menuntut kemerdekaan Rakhine sehingga menewaskan 7 orang.
Seperti dilansir Channel NewsAsia, Rabu 17 Januari 2018, insiden ini terjadi pada Selasa malam ketika sekitar 5.000 warga Rakhine berkumpul dalam sebuah pawai nasionalis di Kota Mrauk U.
Pawai yang semula berjalan damai kemudian berakhir rusuh. Massa yang marah dilaporkan berusaha merebut kantor pemerintah.
Juru bicara kepolian menyalahkan massa yang disebutnya memulai kerusuhan dengan melempari batu dan berusaha mengibarkan bendera Negara Bagian Rakhine di kantor pemerintah kota.
"Polisi berusaha membubarkan mereka dengan peluru karet, tetapi mereka tidak berhenti juga. Polisi pun memutuskan untuk menggunakan peluru tajam,” kata Kolonel Myo Soe.
Baca juga:
Pengungsi Rohingya Dipulangkan ke Myanmar Mulai 23 Januari 2018
Myo Soe mengatakan tujuh orang tewas dan 13 lainnya terluka. Sementara 20 polisi juga dilaporkan terluka oleh massa yang terus berteriak menuntut kedaulatan Negara Rakhine.
Ia menambahkan situasi kini sudah berhasil dikendalikan. “Polisi telah mengerahkan aparat ke kota tersebut,” ujar Myo Soe.
Sebuah rumah sakit di ibu kota Rakhine, Sittwe, melaporkan tengah merawat enam orang dengan luka tembak yang datang pada Rabu dini hari.
"Lima dari korban terkena luka tembak sementara seorang lainnya luka akibat dipukuli," tutur Dr Khing Maung Than, dari rumah sakit Sittwe.
Meski menjadi mayoritas di negara bagiannya, jumlah etnis Budha Rakhine jauh lebih sedikit dibanding etnis mayoritas di Myanmar, Bamar. Sebagian besar warga Rakhine yang miskin dan termarginalisasi memiliki hubungan buruk dengan etnis Bamar.
Insiden ini terjadi bertepatan dengan penandatanganan kesepakatan antara Myanmar dan Bangladesh untuk memulai proses repatriasi sejumlah pengungsi Muslim Rohingya dari total 655.000 yang kini ditampung di Bangladesh.
Etnis Rakhine menganggap warga Rohingya sebagai pengungsi ilegal dari Bangladesh. Kota Mrauk U terletak beberapa kilometer dari pusat konflik dimana warga Rohingya dipersekusi oleh tentara Myanmar dibantu warga Rakhine.