TEMPO.CO, Jakarta -Seorang pengacara Guatemala menggugat pemerintah yang memindahkan kedutaan besarnya di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Ia menyebut langkah itu melanggar hukum internasional.
Seperti dilansir Antara, Rabu 10 Januari 2018, pengacara bernama Marco Vinicio Mejia mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi, Senin waktu setempat.
Mejia menyebut pernyataan pemerintah Guatemala pada 24 Desember yang memindahkan kedutaan besar ke Yerusalem sebagai menyalahi prinsip, aturan dan praktik hukum internasional dalam kaitannya dengan proses perdamaian Palestina-Israel.
"Perubahan kebijakan semacam itu seharusnya melalui referendum," kata dia.
Baca juga:
Pindah ke Yerusalem, Guatemala Merasa Sekutu Israel
Dia juga menuding Presiden Guatemala Jimmy Morales telah menyalahi standar pemerintahan dengan memilih Facebook sebagai media untuk menyampaikan pengumuman itu. Padahal seharusnya kementerian luar negeri yang harus mengumumkan kebijakan itu.
Guatemala menjadi satu-satunya negara yang mengikuti langkah Presiden Amerika Serikat Donald Trump memindahkan kedutaan besar ke Yerusalem.
Beberapa negara tetangganya seperti Honduras sempat disebut-sebut bakal mengikuti jejak Guatemala, kendati pekan lalu El Salvador menandaskan tidak akan memindahkan kedutaan besarnya ke Yerusalem.
Guatemala sudah menjadi sahabat Israel sejak negara Zionis itu berdiri pada 1948. Guatemala adalah salah satu negara pertama yang mengakui Israel dan pada 1959 menjadi negara Amerika Latin pertama yang membuka misi diplomatik di Yerusalem.
Pada 1978 —sekitar satu tahun dari Perang Enam Hari dan dua tahun sebelum Resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyeru negara-negara untuk memindahkan misi diplomatiknya dari Yerusalem,-- Guatemala memindahkan kedutaan besarnya ke Herzliya di Tel Aviv.