TEMPO.CO, Jakarta -Koalisi oposisi Malaysia menunjuk mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamad, 92 tahun, sebagai calon perdana menteri dalam pemilu Agustus mendatang.
Seperti dilansir Reuters, Senin 8 Januari 2018, Mahathir dianggap sebagai rival terbesar bagi perdana menteri saat ini Najib Razak (64), saat pemimpin oposisi paling populer di negara itu, Anwar Ibrahim (70), menjalani hukuman penjara atas dakwaan sodomi.
Mahathir yang pernah memimpin Malaysia selama 22 tahun akan menjadi pemimpin tertua di dunia jika oposisi menang pemilu.
Baca juga:
Malaysia Bidik Mantan Perdana Menteri Mahathir Muhammad
Kemenangan Mahathir diharapkan membuka jalan bagi Anwar yang sejatinya merupakan mantan musuhnya, untuk menjadi perdana menteri selanjutnya.
“Mahathir dan istri Anwar, Wan Azizah Wan Ismail, akan menjadi kandidat koalisi Pakatan Harapan untuk posisi PM dan wakil PM,” kata Sekretaris Jenderal Pakatan Harapan Saifuddin Abdullah dalam konferensi pers aliansi oposisi.
Malaysian Insight melaporkan jajak pendapat yang digelar Merdeka Centre for Opinion Research pada Desember lalu menunjukkan koalisi Najib memiliki peluang besar untuk menguasai dua per tiga mayoritas parlemen.
“Meski hasilnya seperti itu, masih ada beberapa bulan bagi oposisi untuk berjuang sebab Mahathir akan menjadi lawan tangguh bagi Najib,” tutur Ibrahim Suffian, Direktur Program Merdeka Centre.
Namun penunjukan ini bukan tanpa risiko. Meski pernah berkuasa pada 1981 hingga 2003, Mahathir tak lagi menjabat selama 15 tahun terakhir. Walaupun ia membantu menjungkalkan pendahulu Najib, Abdullah Ahmad Badawi pada 2009, tetapi pengaruhnya semakin melemah selama beberapa tahun terakhir.
Apalagi pencalonannya mendapat perlawanan dari sejumlah anggota koalisi Pakatan Harapan. Kubu Mahathir dan Anwar saling bermusuhan saat pemerintahan Mahathir dan berujung dengan pemberangusan Anwar di balik jeruji besi.
“Tak mudah bagi saya bergabung dengan koalisi yang dibuat untuk melawan saya di masa lalu. Namun keinginan untuk menjatuhkan Najib lebih besar daripada perasaan saya,” ucap Mahathir dalam pidatonya. Pakatan dibentuk pada 2015, setelah perbedaan kebijakan dan Anwar dipenjara atas tuduhan sodomi.
Anwar pernah menjadi anak didik Mahathir dan digadang-gadang menjadi pengganti Mahathir sebagai orang nomor satu di Malaysia. Namun hubungan itu memburuk pada akhir 1990-an. Anwar kemudian dipenjara atas tuduhan sodomi dan korupsi, setelah dipecat dari jabatan wakil perdana menteri.
Anwar kemudian memimpin aliansi oposisi dan meraih perolehan suara mengejutkan pada pemilu 2013. Koalisi Barisan Nasional yang dipimpin Najib kehilangan banyak suara dalam pemilu tersebut, tapi tetap bisa berkuasa setelah memenangkan kursi mayoritas di parlemen.
Sedangkan Anwar kembali dipenjara pada tahun yang sama atas kasus sodomi terhadap mantan ajudannya. Anwar dan para pendukungnya menuding tuduhan itu dibuat untuk mengakhiri karier politik Anwar.
Vonis terakhir ini membuat Anwar terlempar dari jabatan politik dan tak bisa bertanding dalam pemilu mendatang, meski ia akan bebas pada 8 Juni 2018. Ampunan kerajaan menjadi satu-satunya cara agar Anwar bisa kembali maju sebagai kandidat perdana menteri selanjutnya.
Najib sendiri mendapat perlawanan dari Mahathir dan koalisi oposisi karena terjerat skandal korupsi yang melibatkan lembaga investasi pelat merah 1Malaysia Development Berhad (1MDB).