TEMPO.CO, Jakarta - Parlemen Israel, Knesset, setuju RUU hukuman mati bagi tahanan politik atau tapol Palestina yang terlibat operasi melawan Israel untuk menjadi undang-undang.
Sebanyak 52 anggota Knesset memberikan suara dukungan terhadap RUU itu dan 49 menolaknya. Dari hasil suara itu, Knesset memutuskan pada Rabu, 3 Januari 2017, untuk menyetujuinya.
Baca: Berkomplot dengan Israel, 6 Pria Palestina Dihukum Mati Hamas
RUU hukuman mati bagi narapidana politik Palestina diusulkan pemimpin partai politik sayap kanan Jewish Home Party, Naftali Bennet.
Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman mendukung RUU ini. Sebab, menurut dia, akan meningkatkan efek pencegahan bagi Israel.
Melalui siaran televisi, Lieberman, yang merupakan kelahiran Moldovan, menegaskan bahwa UU ini nantinya akan menyasar secara khusus warga Palestina yang terlibat penyerangan terhadap warga Israel dan prajurit militer Israel.
Baca: Hamas Hukum Mati Tiga Warga Palestina
Pengacara internasional, Yasser al-Amouri, mengatakan UU yang dimajukan Israel mencederai prinsip dasar hukum internasional.
"Konflik antara Palestina dan Israel bukan kriminal, melainkan nasionalis. Ini artinya Israel tidak akan dapat menghukum mati tahanan Palestina berdasarkan peraturan Konvensi Jenewa Keempat terkait dengan pemberlakuan para tawanan perang," ujar Al-Amouri menegaskan seperti dikutip dari Middle East Monitor, 4 Januari 2018.
Baca: Remaja Palestina Ini Terancam Dihukum Mati oleh Israel
Gagasan membuat undang-undang memberlakukan hukuman mati terhadap tapol Palestina disuarakan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu setahun lalu. Netanyahu saat itu merespons demo atas kematian tiga polisi Israel yang diserang warga Palestina tahun lalu. "Darah teroris di tangan mereka," kata Netanyahu saat itu.