TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Iran mengancam menutup beberapa situs media sosial jika unjuk rasa anti-pemerintah berlanjut. Teheran menyebut media sosial seperti Telegram sebagai "saluran teroris", sehingga akan diblokir untuk mencegah penyebaran kekerasan.
Saat unjuk rasa berlanjut ke hari ketujuh, Kementerian Komunikasi Iran mengancam untuk benar-benar menutup layanan Telegram jika tidak sesuai dengan tuntutan pemerintah.
Baca: Penyebar Unjuk Rasa, Iran Perketat Instagram dan Telegram
"Jika manajer Telegram tidak menghormati permintaan Iran, aplikasi tersebut akan ditutup sepenuhnya," kata Menteri Komunikasi dan Informatika Iran Mohammad-Javad Azari Jahromi, seperti dilansir CNN pada 4 Januari 2018.
Menanggapi seruan itu, Telegram telah menutup saluran pembangkang yang memicu protes keras. Namun CEO Pavel Durov menolak menutup saluran lain yang dia sebut damai.
Hidup Telegram terancam di Iran. Namun, menurut Durov, aplikasi pesan populer WhatsApp masih dapat diakses sepenuhnya.
Baca: Roohollah Zam, Jurnalis Penyulut Demonstrasi Besar Iran
Ada lebih dari 47 juta pengguna media sosial aktif di Iran dengan Telegram dan aplikasi milik Facebook, Instagram, menjadi yang paling populer di negara ini. Adapun Twitter, Facebook, dan YouTube semuanya diblokir. Instagram sempat dilarang sementara pada hari Minggu.
Telegram telah memainkan peran penting dalam menyiarkan informasi ke khalayak yang luas, sementara fitur pesan terenkripsi telah berfungsi sebagai cara menyebarkan video dan gambar bentrokan mematikan.
Para pendemo yang mayoritas orang-orang muda Iran berunjuk rasa menentang kenaikan harga kebutuhan hidup yang semakin mahal, meluasnya korupsi, dan kenaikan harga bahan bakar. Selain itu, mereka tidak puas dengan peraturan pemimpin tertinggi Ayatullah Ali Khamenei. Sejak demonstrasi dimulai Kamis lalu, 21 orang telah terbunuh dan 450 orang telah ditangkap.
Baca: 5 Fakta Penting Pemicu Demonstrasi Besar di Iran
Pada masa Mahmoud Ahmadinejad terpilih kembali sebagai Presiden Iran pada 2009, para pengunjuk rasa menggunakan Twitter untuk membantu mengkoordinasikan jutaan orang guna ikut ambil bagian dalam unjuk rasa atas tuduhan terjadinya kecurangan dalam pemilu secara luas.