TEMPO.CO, Jakarta -Mendengar nama Evin akan membuat warga Iran bergidik takut. Sejak dibangun pada 1972 di bawah rezim Shah Iran Mohammad Reza Pahlavi, penjara ini menjadi tempat penahanan dan penyiksaan bagi para lawan-lawan politiknya.
Seperti dilansir Al Arabiya 3 Januari 2018, penjara yang berlokasi di kaki pegunungan Alborz di sebelah utara ibu kota Teheran, pernah digunakan untuk menahan, menyiksa dan mengeksekusi ribuan tahanan politik lawan Pahlavi, termasuk pendukung Organisasi Rakyat Mujadihidin Iran.
Sejak saat itulah, reputasinya sebagai neraka di dunia dimulai, hingga sekarang. Jika di era Pahlavi penjara itu dikelola oleh lembaga intelijen dan keamanan, SAVAK, kini penjara itu dikelola oleh Secret Service Republik Islam Iran atau VAVAK.
Baca juga:
Roohollah Zam, Jurnalis Penyulut Demonstrasi Besar Iran
Mulai era Shah hingga rezim para Mullah, penjara ini juga dikenal sebagai Universitas Evin karena menahan guru, dosen, penulis, jurnalis, mahasiswa, pengacara hingga akademis yang terang-terangan mengkritik pemerintah. Tanpa didampingi pembela, para terdakwa akan divonis bersalah dan mendekam lama di penjara Evin.
Salah satu pengalaman mengerikan saat berada di balik jeruji Evin adalah Marina Nemat. Kepada Sky News, Desember 2017, perempuan ini mengisahkan penahanannya yang dimulai pada 15 Januari 1982. Ia masih berusia 16 tahun saat itu. Nemat ditangkap karena setiap hari mengikuti unjuk rasa anti-pemerintahan Islam yang didirikan Ayatullah Khomenei sejak Revolusi 1979.
Pada hari ia ditangkap, Nemat mengalami penyiksaan yang paling sering dilakukan sipir penjara di timur Tengah. Telapak kakinya dipukuli dengan kabel hingga seluruh kakinya membengkak seperti balon merah.
“Mereka melakukan itu karena seluruh syaraf manusia berujung di telapak kaki. Dengan setiap hantaman kabel, syaraf saya seperti meledak,” kata Nemat.
Tak hanya penyiksaan fisik, Nemat juga dipaksa berpindah keyakinan. Lima bulan setelah ditangkap, seorang sipir memaksanya pindah dari Kristen ke Islam dengan ancaman keluarga dan kekasihnya akan dibunuh jika Nemat menolak.
“Dalam satu hari, saya kehilangan kebebasan, keluarga, agama, nama dan martabat,” Nemat mengenang. Ia bertahan tetap waras selama dua tahun di penjara Evin sebelum akhirnya berhasil melarikan diri ke Kanada. “Karena saya yakin selalu ada orang di luar penjara yang menanti saya.”
Baca juga:
5 Fakta Penting Pemicu Demonstrasi Besar di Iran
Lantas, apakah kondisi Evin menjadi lebih baik? Nampaknya tidak.
Mohammad Hossein Rafiee, seorang pensiunan profesor Universitas Tehran ditangkap di jalan pada 16 Juni 2015 dan dibawa ke Penjara Evin.
Kesalahannya adalah menerbitkan artikel yang mendukung negosiasi nuklir di bawah pemerintahan Presiden Hassan Rouhani. Rafiee dituduh menyebarkan propaganda melawan rezim dan pada 25 Mei 2015 divonis enam tahun penjara.
Kepada putrinya, Anna Maryam Rafiee, pria berusia 70 tahun ini menuturkan bagaimana beratnya hidup di dalam penjara Evin selama musim panas. Tanpa pendingin udara, suhu di dalam gedung penjara Evin dapat mencapai 45 derajad Celcius. Tak hanya itu. Jatah makanan diberikan sangat minim sebagai hukuman.
“Seringkali para tahanan mengais-ais bekas makanan yang terjatuh di lantai karena masih lapar,” ujar Rafiee melalui telepon kepada sang putri, seperti dilansir The Guardian. Sementara buah kata Rafiee, adalah makanan mewah. Buah hanya tersedia setiap 10 hari di toko penjara dengan kualitas rendah dan harga sangat mahal.
Alhasil, kondisi fisik Rafiee menurun drastis dengan warna kulit menguning karena kurang gizi.
Stigma buruk tentang penjara Evin rupanya membuat rezim penguasa Iran gerah. Pada awal Juli 2017, Iran mengundang sekitar 40 delegasi pemerintah asing untuk melakukan kunjungan langka ke Evin.
Tentu saja hanya lokasi-lokasi tertentu saja yang bisa dikunjungi oleh para tamu asing dari Eropa, Asia, Afrika dan Amerika Selatan itu. Mereka mengunjungi gedung 4 dan 7, lokasi tahanan kejahatan keuangan berada.
Suasananya berbanding terbalik dengan gedung tempat tahanan politik. Para tahanan kejahatan finansial dapat menikmati salon, tempat oleh raga, pendingin ruangan hingga restoran. Kazem Gharibabadi dari Komisi Hak Asasi Manusia Iran seperti dilansir The Independen menyebut kondisi ini sangat memuaskan.
Tapi undangan itu menuai kecaman dari kelompok Amnesty International. Mereka menuding sejumlah tahanan politik yang berada di gedung 7 dipindah ke gedung lain agar tidak berinteraksi dengan para tamu internasional tersebut.
Dan tentu saja meski gedung 4 dan 7 sangat sesuai dengan standar kemanusiaan, gedung-gedung lain di Penjara Evin di Iran,” masih dalam kondisi tidak manusiawi,” demikian pernyataan Amnesty.