TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Iran mengatakan, Ahad, 31 Desember 2017, para pengunjuk rasa akan membayar mahal jika mereka melanggar hukum dalam aksinya.
Gelombong unjuk rasa di Iran pecah di beberapa kota besar sejak tiga hari lalu menentang pemerintah. Aksi ini, menurut laporan Reuters, terbesar sejak demonstrasi menentang pemerintah pada 2009 menyusul terpilihnya kembali Presiden Mahmoud Ahmadinejad.
Baca: Demonstrasi Pecah di Kota-kota Besar di Iran, 52 Orang Ditangkap
Suasana aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa terkait krisis ekonomi, di Teheran, Iran, 30 Desember 2017. REUTERS
"Aksi jalanan di Dorut, sebelah barat Iran, menewaskan dua orang," Al Jazeera melaporkan.
Dalam aksi Sabtu siang waktu setempat, para demonstran menyerang bank dan gedung pemerintah serta membakar sebuah sepeda motor polisi. Wakil Gubernur Provinsi Lorestan menuduh aksi ini dikendalikan oleh agen asing.
"Petugas kepolisian dan pasukan keamanan sama sekali tidak menembakkan peluru tajam. Kami memiliki bukti, musuh revolusi, kaum takfiri dan agen asing berada di balik aksi ini," kata Habibollah Khojastehpour, Wakil Gubernur Provinsi Lorestan, dalam sebuah wawancara dengan televisi pemerintah, Ahad.Suasana aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa terkait krisis ekonomi, di Teheran, Iran, 30 Desember 2017. AP PHOTO
Takfiri adalah istilah yang ditujukan untuk milisi Sunni khususnya dari kelompok ISIS.
Baca: Iran Hukum Mati Mata-mata Mossad
Menteri Dalam Negeri Iran, Abdolreza Rahmani, dalam keterangannya sebagaimana dikutip media pemerintah mengatakan, "Bagi para pengunjuk rasa yang merusak fasilitas publik, melanggar hukum dan menciptakan kerusuhan harus membayar mahal."
Ahmad Khatami, seorang ulama garis keras yang memimpin salat Jumat di ibu kota Teheran, mengatakan, demonstrasi ini mirip dengan kejadian di Iran pada 2009 yang menentang hasil pemilihan umum.