TEMPO.CO, Jakarta - Polisi Teheran, Iran, memutuskan untuk melakukan pendekatan lebih halus terhadap pelanggaran hukum Islam di negara ini. Kepala Polisi Teheran, Brigadir Jenderal Hossein Rahimi, mengatakan penegak hukum akan mewajibkan para pelanggar, misalnya mengenai cara mengenakan hijab, untuk mengikuti pendidikan dari pada menjatuhkan hukuman seperti biasanya.
"Menurut keputusan komandan polisi, mereka yang tidak mematuhi hukum Islami tidak akan lagi dibawa ke pusat penahanan atau menjatuhkan hukuman atas mereka," kata Rahimi pada Rabu, 27 Desember 2017.
Baca: Iran Hukum Mati Mata-mata Mossad
"Kami menawarkan kursus dan 7.913 individu telah dididik sejauh ini," kata Rahimi menambahkan ada lebih dari 100 pusat konseling dibangun Teheran.
Baca: [Slide] Ini 10 Rudal Berbahaya Besutan Iran
Baca Juga:
Rahimi, yang diangkat pada Agustus, tidak menjelaskan tentang pelanggaran hukum Islam seperti apa yang bisa berlanjut ke pusat konseling itu.
Ini menandai sebuah perubahan baru dari era kepemimpinan sebelumnya, Jenderal Hossein Sajedina, yang mengumumkan pada April 2016 bahwa ada 7.000 polisi yang ditugaskan khusus untuk mengawasi kode berpakaian perempuan Iran.
Iran jarang melansir data statistik namun polisi lalu lintas di Teheran mengatakan pada akhir 2015, pihaknya menangani lebih dari 40.000 kasus berpakaian "jilbab tidak wajar", yanng terjadi di mobil saat wanita sering menurunkan jilbab mereka ke leher.
Kasus ini biasanya menyebabkan denda sementara dan menahan kendaraan.
Jilbab harus dipakai di Iran dan telah menjadi simbol utama hukum Islam di negara ini sejak revolusi 1979. Ini benar-benar dipertahankan oleh pendukungnya yang kuat namun lebih sulit untuk diterapkan, terutama di daerah yang lebih mewah dimana wanita lebih sering mengenakan selendang berwarna-warni sebagai simbol menutup kepala.
Presiden Hassan Rouhani, yang dilantik pada 2013, menjanjikan pemahaman agama lebih moderat dan mengatakan bukan tanggung jawab polisi untuk menegakkan hukum agama.
Sikap itu mendapat kritik dari ulama konservatif dan pemimpin utama Iran, Ayatollah Ali Khamanei, meskipun hal itu tidak mempengaruhi pendekatan polisi yang lebih lembut terhadap pelanggaran peraturan Islam.
SPUTNIK NEWS