TEMPO.CO, Jalur Gaza -- Dua orang warga Palestina menjadi korban tewas pertama pasca keputusan Sidang Umum Istimewa Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang menolak keputusan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada Kamis lalu soal status Kota Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Keduanya tewas saat berlangsung unjuk rasa di sepanjang perbatasan Jalur Gaza dengan Israel. Unjuk rasa ini bagian dari perlawanan bertema "Hari Kemurkaan", yang dicanangkan faksi Palestina, Hamas, dan sejumlah faksi lain atas keputusan Trump tadi.
Baca: Raja Salman Dukung Palestina Soal Yerusalem di Sidang Umum PBB
Kementerian Kesehatan Palestina mengungkapkan salah satu korban tewas bernama Zakariya Al-Kafameh, 24 tahun, yang merupakan warga Gaza. Dia tewas dengan luka tembak di dada akibat tembakan peluru tajam. Sedangkan korban kedua belum diumumkan identitasnya.
Baca: Palestina Lobi Rusia dan Cina Jadi Mediator Damai dengan Israel
Militer Israel belum merespon soal jatuhnya korban jiwa pada unjuk rasa ini. Namun dalam pernyataannya kemarin, militer Israel mengatakan ada sekitar 2000 orang warga Palestina yang berunjuk rasa di Gaza. Para pengunjuk rasa ini menimpuki tentara Israel dengan batu selain membakar ban. "Tentara merespon dengan peralatan pembubar kerusuhan. Dalam kerusuhan yang liar, tentara Israel menembak pemicu utama menggunakan peluru tajam."
Keputusan Trump untuk mengakui Kota Yerusalem sebagai ibu kota Israel memicu kritik dan kecaman dunia internasional. Kebijakan itu juga bertentangan dengan kebijakan AS selama tujuh dekade terakhir. Mayoritas negara termasuk sekutu dekat AS di jazirah Arab dan Eropa menilai keputusan itu justru menimbulkan konflik baru antara Palestina dan Israel. Keputusan itu juga dinilai mengganggu proses perundingan damai Israel dan Palestina, yang saat ini terhenti sejak 2014.
Pada 18 Desember, Dewan Keamanan PBB memvoting soal perubahan status Yerusalem. 14 negara mendukung draf resolusi besutan Mesir yang melarang semua perubahan status. Sedangkan AS menolak draf itu dan menggunakan hak vetonya.
Pada 21 Desember, PBB menggelar sidang umum istimewa atas permintaan Yaman, Turki dan Organisasi Kerjasama Islam membahas draf yang sama. Kali ini 128 mendukung draf dengan sembilan menolak dan 65 abstain. Keputusan Sidang Umum Istimewa PBB ini tidak mengikat meskipun memiliki dampak politik secara global. Palestina menyebut hasil sidang umum istimewa PBB sebagai sebuah kemenangan politik yang besar.
CNN | REUTERS | GUARDIAN