TEMPO.CO, Jakarta - Malaysia menyatakan tidak akan tunduk terhadap tekanan Amerika Serikat meskipun bantuan dari negeri itu dipangkas karena menentang Yerusalem menjadi ibu kota Israel.
Wakil Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Ahmad Zahid Hamidi, mengatakan, ancaman tersebut datang dari Amerika Serikat yang menjadi sekutu dekat Israel.Sejumlah Muslim Malaysia melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung Kedutaan Besar Amerika Serikat di Kuala Lumpur, Malaysia, (16-11). Mereka memprotes dan mengkecam atas serangan Israel ke Palestina di jalur Gaza. (AP Photo/Lai Seng Sin)
Baca: Filipina Menolak Keputusan Donald Trump Soal Yerusalem
Sebelummya, pada Rabu, 20 Desember 2017, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menggelar jumpa pers di Washington usai rapat kabinet di Gedung Putih. Trump mengatakan, dia akan memotong bantuan kepada negara-negara yang menentang kebijakannya yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Menurut Zahid, sebagaimana diwartakan New Strait Times, Malaysia bukan negara penerima bantuan ekonomi terbesar dari Amerika Serikat.
"Bantuan yang kami terima dari Amerika Serikat hampir semuanya dalam bentuk bantuan teknis di bidang keamanan dan pertahanan," ucapnya di depan wartawan, Jumat, 22 Desember 2017.Peserta aksi solidaritas untuk Palestina membakar bendera Israel dan Amerika saat berunjuk rasa di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta, 15 Desember 2017. Aksi tersebut menyerukan pembelaan untuk Palestina dan mengecam pengakuan sepihak Presiden Trump atas Yerusalem sebagai ibukota Israel. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Baca: Di PBB, Indonesia Tolak Keputusan Amerika Serikat atas Yerusalem
Sidang Umum PBB yang digelar pada Kamis, 21 Desember 2017, waktu setempat, telah mengeluarkan keputusan bahwa pengakuan Amerika Serikat terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel batal demi hukum. Dalam pemungutan suara di Sidang Umum, Kamis, sebanyak 128 negara mendukung, sembilan menolak dan 35 negara lainnya abstein.