TEMPO.CO, Jakarta -Presiden Palestina Mahmoud Abbas telah mengirim delegasinya ke Cina dan Rusia untuk meminta dua negara ini berperan lebih signifikan dalam proses perdamaian dengan Israel.
Abbas menjajaki Cina dan Rusia sebagai mediator perdamaian antara Palestina dan Israel menggantikan peran Amerika Serikat selama ini.
Baca: Abbas Kecam Veto AS Soal Status Kota Yerusalem
Pekan lalu, Abbas menyatakan Amerika Serikat tidak lagi menjadi mediator perdamaian Palestina - Israel setelah Presiden Donald Trump mengeluarkan pernyataan yang mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel.
Tentara Israel menahan seorang bocah saat bentrokan di Tepi Barat, 13 Oktober 2017. Bentrokan terjadi akibat pengambilalihan tanah Palestina oleh Israel. REUTERS/Mussa Qawasma
Pernyataan Trump memicu kecaman masyarakat internasional termasuk Abbas.
"Siapa saja yang membolehkan Amerika Serikat kembali sebagai mitra atau mediator proses perdamaian adalah gila," kata Abbas pada hari Senin, 18 Desember 2017, seperti dikutip dari Middle East Eye. Net, 19 Desember 2017.
Baca: Solusi Dua Negara, Palestina Siap Berdamai dengan Israel
Abbas kemudian menunjuk Saleh Raafat memimpin delegasi Palestina ke Rusia dan Cina untuk melakukan lobi dengan kedua negara.
Abbas pun dijadwalkan akan mengunjungi Moscow.
"Kami sekarang di Rusia, dan beberapa di antara kami akan ke Beijing untuk menyampaikan pesan yang sama tentang pentingnya pencarian pronsorship internasional untuk proses perdamaian di bawah payung PBB," kata Raafat kepada AFP.
Baca: Presiden Palestina Mahmoud Abbas Bekukan Hubungan dengan Israel
Dalam rapat darurat Dewan Keamanan PBB tentang Yerusalem awal bulan ini, Rusia berharap Mesir mengambil peran lebih besar untuk proses perdamaian Palestina - Israel.
Adapun perwakilan tetap Rusia di PBB, Vasily Nebenzya, mengatakan Mesir dapat memfasilitasi proses perdamaian dan meminta Amerika menjelaskan mengapa membuat keputusan seperti itu terhadap Yerusalem.
Pembicaraan damai antara Israel dan Palestina telah dibekukan tahun 2014.