TEMPO.CO, Beijing -- Pemerintah Cina meminta pemerintah Amerika Serikat untuk menanggalkan mentalitas era perang dingin. Pernyataan ini untuk menanggapi kebijakan strategi keamanan nasional, yang diumumkan Presiden AS, Donald Trump, kemarin.
"Kami meminta AS untuk berhenti mendistorsi niat strategis Cina dan menanggalkan mentalitas perang dingin dan meninggalkan konsep usang bahwa ini adalah persaingan habis-habisan (zero sum game). Atau ini akan berujung pada kerusakan bagi kedua belah pihak," kata Hua Chunying, juru bicara Kementerin Luar Negeri Cina, pada Selasa, 19 Desember 2017 waktu setempat.
Baca: Jenderal Cina: Perang Pecah di Semenanjung Korea Maret 2018
Hua melanjutkan,"Setiap negara atau laporan yang mendistorsi fakta atau fitnah akan sia-sia. Jangan ada yang berharap Cina bakal mau menelan pil pahit yang berdampak kepada kepentingannya."
Baca: Korea Selatan Panik, 5 Jet Militer Cina Melintas Tanpa Izin
Trump mengumumkan kebijakan strategi keamanan nasional, yang menekankan kepada kepentingan ekonomi sebagai kepentingan negara. Ini merupakan lanjutan dari janji kampanye Trump "America First" yang ditujukan untuk mengedepankan kepentingan nasional khususnya ekonomi.
Trump melihat Cina berupaya menggantikan peran AS di kawasan Indo-Pasifik, mengerahkan ekspansi ekonomi dengan dukungan penuh negara dan berupaya menata ulang kawasan Asia Pasifik untuk kepentingannya.
Trump melihat Cina dan Rusia sebagai kekuatan rival utama, yang berupaya melemahkan kepentingan AS secara domestik dan global.
Trump juga melabeli Rusia sebagai aktor jahat di pentas global, yang mencoba memobilisasi kekuatan sosial media dan opini publik untuk melemahkan kepentingan AS.
Pernyataan Trump ini berbeda dengan pernyataan Presiden Barack Obama, yang melabeli Cina sebagai rekan strategis meskipun hubungan kedua negara kerap terjadi ketegangan.
Pengamat politik Cina menanggapi pernyataan Trump itu. Profesor Jin Canrong dari School of International Studies di Renmin University, mengatakan,"Ini mengecewakan bahwa AS tidak menerima pandangan CIna. Upaya kita setahun terakhir tidak berhasil, jauh dari harapan."
Sedangkan Jia Qingquo, kepala jurusan hubungan internasional di Peking University, mengatakan pernyataan Trump itu didasarkan pada persaingan habis-habisan (zero sum game). Ini membuatnya mengambil sikap negatif terhadap Cina.
"Pertanyaannya adalah apakah pemerintahan Trump bisa mengubah retorika itu menjadi aksi," kata Jia sambil menambahkan Beijing harus tetap fokus pada kepentingan nasionalnya dan tidak terpengaruh oleh Washington.
Sedangkan Profesor Zhang Baohui dari jurusan ilmu politik i Lingnan University di Hong Kong, mengatakan pernyatan Trump soal Cina menunjukkan hubungan kedua negara yang coba dibangun berakhir.
"Cina telah mengivestasikan modal diplomatik yang besar untuk mengamankan hubungan ini," kata Zhang. Padahal pemimpin kedua negara terlihat akrab saat kunjungan Trump ke Beijing beberapa waktu lalu.
Pernyataan Trump ini berkebalikan dengan pernyataannya beberapa bulan lalu saat mengunjungi Beijing. Dia menyebut Presiden Cina Xi Jinping sebagai teman baik dan Cina sebagai mitra bisnis. Saat itu Cina dan AS menandatangani perjanjian bisnis senilai sekitar Rp3000 triliun.
SCMP | CNN