TEMPO.CO, New York -- Perserikatan Bangsa-Bangsa bakal menggelar sidang umum istimewa pada Kamis, 21 Desember 2017, untuk membahas isu status Kota Yerusalem seperti diminta sejumlah negara Arab dan Muslim.
Sidang istimewa ini digelar setelah Dewan Keamanan PBB menggelar sidang untuk meloloskan draf resolusi yang melarang perubahan status Kota Yerusalem pada Senin, 18 Desember 2017. 14 negara anggota DK PBB menyetujui dengan satu menolak lewat veto yaitu Amerika Serikat.
Baca: Turki Bilang Ini Soal Veto AS tentang Status Kota Yerusalem
"Sidang umum PBB akan memvoting sebuah draf resolusi yang meminta Trump untuk menarik deklarasi (soal status Kota Yerusalem), yang diveto AS pada sidang DK PBB Senin lalu," kata Riyad Mansour, utusan Palestina untuk PBB seperti dilansir Reuters, Selasa, 19 Desember 2017 waktu setempat.
Baca: AS Veto Draf Resolusi DK PBB Soal Status Yerusalem, Kenapa?
Mansour merujuk kepada pernyataan Presiden AS, Donald Trump, yang mengakui status Kota Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Rabu, 6 Desember 2017. Pada Senin lalu, draf besutan Mesir soal status Kota Yerusalem berisi pernyataan,"Sangat menyayangkan keputusan akhir-akhir ini menyangkut status Kota Yerusalem."
Mansour berharap ada dukungan besar dari sidang umum PBB soal resolusi mengenai status Kota Yerusalem. Meskipun tidak mengikat, voting soal ini memiliki pengaruh yang kuat.
Menurut resolusi 1950, sebuah sidang istimewa darurat bisa diadakan lewat Sidang Umum PBB untuk mempertimbangkan sebuah masalah dibahas dan mendapat rekomendasi sesuai bagi para anggota PBB sebagai langkah kolektif jika DK PBB gagal bertindak.
Sejak berdiri pada 1945, PBB telah menggelar 10 kali sidang umum istimewa darurat. Sidang dalam konteks ini yang terakhir dilakukan pada 2009 juga menyangkut wilayah Kota Yerusalem Timur dan Palestina. Sidang pada Kamis nanti menjadi pengulangan dari sidang serupa sebelumnya.
Seperti diberitakan, Trump secara tiba-tiba mengubah kebijakan politik luar negeri AS dengan mengakui status Kota Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Langkah ini menimbulkan penolakan dari Palestina, negara-negara Arab dan juga sekutu dekat AS.
Trump juga berencana memindahkan kantor kedubes AS dari Tel Aviv ke Kota Yerusalem. Draf resolusi PBB ini meminta semua negara anggota untuk tidak mendirikan kantor misi diplomatik di Kota Yerusalem.
Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, mengatakan negara itu memveto draf resolusi DK PBB untuk mempertahankan kedaulatan dan peran AS dalam proses perdamaian di Timur Tengah. Dia mengkritik sikap DK PBB, yang mayoritas menyetujui draf itu, sebagai sebuah penghinaan.
Israel menganggap Kota Yerusalem sebagai ibu kota abadi dan menginginkan semua kantor kedutaan dipindahkan ke sana. Namun, Palestina menganggap Kota Yerusalem Timur sebagai ibu kota dari Palestina merdeka. Kota ini dicaplok Israel pada perang 1967 namun dunia internasional tidak mengakuinya.
REUTERS