TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 14 personil pasukan penjaga perdamaian PBB tewas dalam serangan yang dilakukan milisi ekstrimis Islam , Pasukan Aliansi Demokratik atau ADF di Kongo pada hari Kamis malam, 8 Desember 2017. Pemberontak itu juga menewaskan 5 prajurit Kongo dan lebih dari 50 pasukan penjaga perdamaian PBB menderita luka.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres secara tegas mengutuk serangan yang terburuk sepanjang sejarah PBB.
"Hari ini sangat tragis bagi keluarga PBB. Saya secara tegas mengutuk serangan ini," kata Gutteres seperti dikutip dari Guardian.
Guterres menegaskan, serangan yang dilakukan dengan sengaja terhadap pasukan perdamaian PBB tidak dapat diterima dan merupakan kejahatan perang. seperti dikutip dari situs resmi PBB, www.un.org.
Baca: Prajurit TNI Latih Penduduk Kongo Gosok Gigi
Guterres kemudian meminta pemerintah Kongo untuk menyelidiki kasus ini dan membawa pelakunya ke depan hukum.
"Tidak ada kekebalan hukum dalam serangan seperti ini, di sini atau di manapun juga," kata Guterres.
Guterres juga mengucapkan rasa duka mendalam kepada keluarga korban yang tewas, korban terluka dan pemerintah asal pasukan penjaga perdamaian di Kongo.
Dalam serangan sadis ini, seluruh pasukan penjaga perdamaian yang tewas di Kongo merupakan warga Tanzania.
Baca: Kongo, Negara Paling Berbahaya untuk Wanita
Pasukan penjaga perdamaian PBB diserang milisi bersenjata berat mortir dan roket granat saat melakukan misinya di dekat jembatan sungai Semuliki, sekitar 25 kilometer kota Beni pada Kamis tengah malam, 7 Desember 2017.
Milisi juga juga menghancurkan dua kenderaan pengangkut pasukan, ambulans dan truk. Setelah itu milisi ini pergi.
Beberapa helikopter PBB yang berusaha membantu kesulitan dengan keterbatasan alat untuk melihat di malam hari.
Sementara pasukan pemerintah Kongo yang bermarkas beberapa kilometer dari lokasi serangan berusaha memberikan bantuan kepada pasukan perdamaian PBB, namun mereka dipukul mundur oleh para milisi.
Baca: Warga Kongo Makan Jasad Terduga Teroris
Menurut Jason Stearns, Direktur Kelompok Riset Kongo di Universitas New York, milisi ADF merupakan organisasi lokal yang berusaha menjalankan sharia Islam secara ekstrim dan brutal.
ADF sudah bercokol di lokasi tewasnyas pasukan penjaga perdamaian PBB selama 20 tahun dan memiliki jaringan dengan orang-orang di situ. Kongo saat ini menghadapi masalah krisis kemanusiaan, kemerosotan ekonomi, dan ketidakstabilan politik yang semakin memburuk. Sehingga PBB hadir di sana.