TEMPO.CO, Jakarta - Dokter bedah kosmetik Jepang yang dikritik karena dianggap membela Nazi dan mengecilkan kekejaman masa perang memenangkan lelang memoar Kaisar Hirohito. Memoar yang mengisahkan perjalanan negara tersebut ke dalam Perang Dunia II, dibelinya seharga US$ 275.000 atau setara Rp 3,7 miliar.
Memoar Kaisar Hirohito yang berjudul "Monologue Kaisar Showa Jepang" yang ditulis oleh Terasaki Hidenari, dilelang di rumah Bonhams Auction di New York, Amerika Serikat pada 5 Desember 2017, seperti dikutip dari Reuters, 7 Desember 2017.
Baca: Kaisar Jepang Akihito Resmi Turun Tahta 30 April 2019
Katsuya Takasu menuturkan, ia membeli dokumen tulisan tangan itu karena berisi pesan untuk bangsawan dan warga biasa Jepang, sehingga harus disimpan di Jepang.
Memoar itu berisi rekaman peristiwa di seputaran Kaisar Hirohito yang berasal dari tahun 1920an. Keberadaan memoar itu sempat menimbulkan kontroversi ketika dipublikasikan pada 1990, yang memunculkan kembali perdebatan mengenai tanggung jawab kaisar atas perang.
Saat itu, Jepang dikalahkan oleh pasukan sekutu dan kaisar menghadapi kemungkinan diadili sebagai penjahat perang. Namun pertanggungjawaban kaisar terhadap perang pada akhirnya tidak dilakukan.
Baca: Jantung Memburuk, Kaisar Akihito Dioperasi Bypass
Katsuya Takasu, yang sering tampil di acara TV di Jepang, telah dikecam oleh badan hak asasi manusia Yahudi, Simon Wiesenthal Center, karena telah melanggar semua norma kesopanan terkait Holocaust dan pembantaian Nanjing di Cina.
"Saya pikir baik Nanjing maupun Auschwitz adalah rekayasa," kata Takasu dalam sebuah pesan di jaringan sosial Twitter pada Oktober 2015. "Tidak diragukan lagi bahwa orang-orang Yahudi dianiaya. Ia juga memuji kontribusi ilmuwan Nazi terhadap sains, obat-obatan dan bidang lainnya.
Takasu menyesalkan unggahan media sosialnya tentang perang dan tanggung jawab kaisar Jepang telah dengan sengaja disalahpahami. Dia beralasan pesan di media sosial itu sesungguhnya adalah mengungkap kebenaran di balik pembantaian sadis dalam sejarah manusia.
Takasu yang mengaku membenci penjajahan dan Nazisme menjelaskan, sejumlah orang yang terbunuh dalam Holocaust dan pembantaian Nanjing telah dibesar-besarkan, Ini sikap yang lazim di kalangan ultra-nasionalis Jepang.
Baca: Kabinet Jepang Loloskan Aturan Pengunduran Diri Kaisar Akihito
Cina mengatakan tentara Jepang membunuh 300.000 orang di Nanjing antara Desember 1937 dan Januari 1938, sementara sebuah pengadilan Allied menempatkan korban tewas hanya sekitar setengahnya.
"Apa yang ingin saya katakan adalah bahwa enam juta atau tujuh juta terbunuh (dalam Holocaust) tapi bukankah hanya beberapa puluh ribu orang saja. Dikatakan bahwa 300.000 orang terbunuh dalam pembantaian Nanjing tapi bukankah 6.000 sampai 7.000 orang? Itulah yang saya maksud dengan fabrikasi atau rekayasa," ujar dokter itu.