TEMPO.CO, New York - Keputusan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, untuk mengakui Kota Yerusalem sebagai ibukota Israel mendapat tanggapan dari berbagai tokoh dunia.
Paus Francis dikabarkan mengatakan,"Saya tidak bisa tetap diam soal ini." Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Antonio Guterres, mengungkapkan kekhawatiran besar atas keputusan itu.
Baca: Trump Umumkan Yerusalem sebagai Ibukota Israel
"Saya mengkritik setiap tindakan unilateral yang bisa membahayakan prospek perdamaian untuk Israel dan Palestina," kata Guterres, yang menanggapi pidato Trump dalam hitungan menit, di Ruang Dewan Keamanan PBB di New York, Rabu, 6 Desember 2017, waktu setempat.
Baca: Donald Trump: Kedutaan Amerika Serikat Pindah ke Yerusalam
Baca Juga:
Guterres mengatakan Yerusalem merupakan isu status final yang harus diseelesaikan lewat proses negosiasi antara dua pihak berdasarkan resolusi Dewan Keamanan dan resolusi dari Sidang Umum PBB. "Sambil memperhatikan pertimbangan-pertimbangan dari Palestina dan Israel," kata Guterres.
Guterres juga mengatakan pada masa yang penuh kekhawatiran ini,"Saya ingin menegaskan bahwa tidak ada alternatif terhadap solusi dua negara. Tidak ada rencana B."
Seperti diberitakan, Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan status Kota Yerusalem sebagai ibukota dari Israel dalam pidato di Gedung Putih, 6 Desember 2017.
Trump meminta semua pihak bersikap tenang dan tidak terpancing tindakan yang bisa mengganggu keamanan. Dia juga mengatakan bersedia untuk memfasilitasi proses perdamaian antara Israel dan Palestina.
Trump juga menyebut akan memindahkan kedutaan besar AS di Tel Aviv ke Yerusalem. Menurut dia, proses ini sudah berjalan. Namun Trump juga dikabarkan menandatangani penundaan pemindahan hingga enam bulan ke depan menunggu rampungnya gedung kedubes dan perumahan bagi para staf. Pejabat AS mengatakan proses pemindahan Kedubes bakal membutuhkan waktu beberapa tahun.
Sebelumnya, media Israel, Haaretz, mengatakan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu menyambut baik rencana pengumuman ini. Dia menyebut ini sebagai pengakuan atas realitas sejarah dan masa kini mengenai Yerusalem.
Para pemimpin Arab termasuk Turki, sebelumnya, telah meminta agar Trump mengurungkan niatnya ini. Mereka menyebut keputusan Trump itu berbahaya dan bisa mengganggu stabilitas kawasan Timur Tengah dan proses perdamaian antara Palestina dan Israel.
NEW YORK TIMES | HAARETZ | REUTERS