TEMPO.CO, Jakarta -Pengadilan Mahkamah Amerika Serikat mengizinkan pemerintahan Donald Trump memberlakukan larangan masuk bagi warga dari 6 negara mayoritas Muslim, yakni Chad, Iran, Libya, Somalia, Syria dan Yaman.
Putusan yang dikeluarkan pada hari Senin, 4 Desember 2017, diambil secara tidak bulat. Dua hakim tidak sependapat. Namun putusan ini membuat pemerintahan Donald Trump memiliki kekuatan hukum untuk menjalankan peraturan.
Baca: Trump Berlakukan Kriteria Baru Visa AS untuk 6 Negara Muslim
Presiden Trump mengklaim larangan tersebut diperlukan untuk melindungi Amerika dari serangan teroris.
Putusan pengadilan itu merupakan kemenangan signifikan bagi pemerintahan Trump yang telah berjuang sepanjang tahun untuk memberlakukan kebijakan larangan masuk bagi warga dari 6 negara mayoritas Muslim itu.
Namun putusan Pengadilan Mahkamah ini belum final karena ada perlawanan hukum dari beberapa negara bagian terhadap kebijakan presiden Trump yang belum diketuk palu.
Baca: Negara yang Terkena Larangan Perjalanan Donald Trump Bertambah
Juru bicara Gedung Putih, Hogan Gidley mengatakan pihaknya tidak kaget dengan keputusan Pengadilan Mahkamah tentang larangan masuk warga dari enam negara Muslim sehubungan mencegah resiko terorisme masuk Amerika.
Sebelumnya, larangan ini dikritik oleh negara bagian Hawaii dan American Civil Liberties Union (ACLU). Menurut keduanya, larangan tersebut melanggar Konstitusi Amerika Serikat dengan mendiskriminasikan Muslim dan tidak diizinkan berdasarkan undang-undang imigrasi.
Kelompok oposisi mengatakan, aturan larangan masuk kepada 6 negara Muslim menunjukkan Trump bias terhadap Muslim. Setidaknya itu terbaca dari cuitannya di akun Twitter miliknya tentang tayangan video anti-Muslim.
"Prasangka anti-Muslim Presiden Trump bukan rahasia. Dia telah berulang kali membenarkannya termasuk pada Twitter pekan lalu," ujar Omar Jadwat, Director ACLU