TEMPO.CO, Jakarta - Jenderal Slobodan Praljak, mantan Komandan militer Bosnia Kroasia memilih meneguk racun dan tewas daripada dipenjara selama 20 tahun tanpa pengurangan hukuman. Praljak menolak disebut sebagai penjahat perang dalam konflik di Balkan tahun 1990an yang didakwakan oleh hakim Pengadilan Kriminal Internasional untuk bekas Yugoslavia di Den Haag, Belanda, 29 November 2017.
Praljak merupakan satu dari enam mantan pemimpin Bosnia Kroasia yang dijatuhi hukuman bersalah atas kejahatan kemanusiaan selama pecah perang negara-negara bekas pecahan Yugoslavia di awal tahun 1990.
Baca: Eks Panglima Bosnia Kroasia Tewas Minum Racun di Pengadilan
Praljak didakwa melakukan kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang termasuk pembunuhan warga Muslim Bosnia dan pemerkosaan antara tahun 1992 hingga 1994, seperti dikutip dari CNN.
Praljak bersama lima terdakwa lainnya melakukan pembersihan etnis non-Kroasia dari wilayah Republik Bosnia dan Herzegovina.
Bersama pemimpin Bosnia Kroasia, Praljak berusaha mencaplok wilayah yang ditempati Muslim non-Kroasia atau Muslim Bosnia agar menjadi bagian dari wilayahnya yang dinamai Greater Croasia. Mereka menyebut diiri sebagai kaum nasionalis Kroasia.
Praljak saat itu menjabat asisten Menteri Pertahanan Kroasia serta Komandan Dewan Pertahanan Kroasia.
Dengan jabatan seperti itu, Praljak memainkan perang penting dalam mengamankan senjata dan amunisi dari Dewan Pertahanan Kroasia.
Baca: Mahkamah Internasional Hukum Seumur Hidup Penjagal Bosnia Serbia
Di saat Praljak menjalani sidang di Den Haag, sekitar 1.000 orang warga Bosnia Kroasia berkumpul di lapangan Mostar pada hari Rabu, 29 November. Mereka memasang lilin untuk mendukung Praljak.
Mereka juga mengadakan ibadah misa di gereja katederal dan membalut diri mereka dengan bendera Kroasia.
"Saya datang ke sini untuk mendukung para jenderal kami dan memberi hormat kepada Jenderal Praljak yang menolak ketidakadilan dan putusan akhirnya. Dia kebangaan kami dan pahlawan kami," ujar Darko Damac, veteran perang Bosnia Kroasia.
Praljak menjadi jenderal yang dipuja sekaligus dibenci dalam konflik di Balkan, konflik yang pecah setelah Yugoslavia runtuh dan terpecah menjadi beberapa negara.