TEMPO.CO, Jakarta - Umat katolik dan warga Myanmar pada umumnya telah mempersiapkan diri untuk menyambut kunjungan Paus Fransiskus ke negara mayoritas Budha itu. Mereka berharap Bapa Suci akan membawa perdamaian ke negara yang terus dilanda konflik etis tersebut.
Satu atau dua poster dan baliho terpasang di sekitar Katedral St Mary di Yangon dan di kediaman uskup agung, yang bakal menjadi tempat tinggal Paus selama kunjungan tiga harinya itu. Beberapa poster lainnya yang berukuran lebih kecil juga terlihat di sejumlah tempat yang jauh dari pusat kota seperti pusat perbelanjaan dan hotel mewah.
Tidak hanya di Yangon, di kota-kota lainnya di Myanmar, paroki-paroki Katolik lainnya juga telah mempersiapkan kunjungan paus pertama ini.
Seperti dilansir Vatican Radio pada 24 November 2017, umat katolik di negara bagian Kachin utara, yang merupakan basis katolik di Myanmar dan dari kota-kota lain juga berbondong-bondong menuju ke Yangon.
Pria, wanita, orang tua, muda-mudi bahkan anak kecil dari Kachin utara, terlihat antusias menyambut kedatangan Bapa Suci umat katolik itu. Mereka berkumpul di luar gereja sambil membawa tas, untuk persiapan perjalanan dua hari ke selatan.
Bus-bus, kereta pada 24 November dipenuhi orang-orang yang akan berpartisipasi dalam kunjungan Paus Fransiskus.
Uskup Francis Tang dari keuskupan Myitkyina, Kachin, mengatakan hingga 200.000 orang akan menghadiri acara utama kepausan, termasuk peziarah dari negara tetangga Thailand, Vietnam, Korea dan Filipina.
Banyak etnis minoritas Myanmar lainnya secara resmi telah bekerjasama dengan pihak berwenang Myanmar dalam merencanakan perjalanan ini.
Dengan media barat yang berfokus hampir secara eksklusif pada apakah Paus akan mengucapkan kata 'Rohingya', panitia berusaha untuk menyoroti banyak masalah pengungsi lainnya yang masih mengganggu masyarakat ini, yang terdiri dari lebih 130 etnis minoritas yang berbeda.
Ini seperti isu konflik, yang telah berlangsung lama dan menimpa ratusan ribu penduduk desa. Mereka melarikan diri dari rumah mereka dan tinggal di kamp-kamp kumuh bagi orang-orang yang kehilangan tempat tinggal.
Gereja Katolik Myanmar, khususnya di Myitkyina, selama ini mencoba untuk melengkapi layanan dasar yang diberikan kepada keluarga Kristen di sana oleh World Food Programme dan berbagai LSM.
Harapan di antara komunitas Kristen ini sangat tinggi, berharap Paus secara ajaib dapat mengakhiri perang saudara, dengan mendorong militer dan berbagai organisasi tentara kemerdekaan untuk kembali ke meja perundingan.
Tanpa perdamaian dan penghormatan terhadap semua minoritas di negara ini, mereka bersikeras, bangsa ini tidak dapat mengembangkan dan memperbaiki standar hidup untuk seperempat dari penduduknya yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.
Paus Fransikus telah dianggap sebagai pembawa pesan damai sehingga kedatangannya dapat menciptakan perdamaian dan rekonsiliasi.
Harapan itu tidak hanya datang dari umat Katolik itu sendiri melainkan juga orang-orang yang tinggal di daerah kumuh yang menghadap ke pusat kota Yangon, dekat dengan katedral St. Mary. Banyak dari mereka akan berada dalam barisan di sepanjang rute yang dilewati iring-iringan mobil kepresidenan pada Senin. Mereka mengantri untuk memasuki stadion di mana Paus Fransiskus akan merayakan Misa pada Rabu.
Bagi mereka, kunjungan ini menandai kesempatan sekali seumur hidup untuk menyambut Paus Fransiskus, yang mereka sebut sebagai utusan rekonsiliasi dan perdamaian.
VATICAN RADIO | USA TODAY