TEMPO.CO, Jakarta - Kairo – Serangan teroris Isis terhadap jamaah Masjid Rawdah, Sinai Utara, Mesir, membuat strategi militer Mesir dipertanyakan para ahli.
Dukungan publik terhadap militer menyusut karena tindakan anggota militer, yang gemar menyiksa dan melakukan pembunuhan ilegal. Militer Mesir juga dikritik karena sering menggunakan taktik yang menimbulkan korban masyarakat sipil.
Baca Juga:
Baca: Sejumlah Teroris Tewas Diserang Jet Tempur Mesir
New York Times melansir tindakan brutal militer Mesir menyebarkan kebencian masyarakat yang meluas.
“Militer tidak pernah peduli kepada korban rakyat sipil,” kata Mohannad Sabry, pengarang sebuah buku mengenai Sinai. “Tindakan kekerasan berlebihan dan sembrono militer banyak membunuh keluarga (Mesir). Kita sering melihat serangan udara menghancurkan rumah warga. Kita sering melihat desa-desa dihancurkan. Itu menunjukkan cara mereka melihat masyarakat Sinai.”
Baca: ISIS Menembaki Jamaah dari 12 Jendela Masjid Rawdah di Mesir
Selama beberapa tahun terakhir, Presiden Abdul Fattah as Sisi, yang naik ke tampuk kekuasaan lewat kudeta, membeli berbagai macam senjata. Dia diketahui telah membeli kapal selam Jerman, helikopter tempur Rusia, satelit dan kapal induk dari Perancis.
Menurut NY Times, pejabat militer Amerika Serikat mencoba membujuk Sisi untuk menggunakan sebagian dana termasuk bantuan tahunan AS senilai US$1,3 billion sekitar Rp 22 triliun untuk peningkatan kemampuan dan akurasi informasi intelejen. “Tapi Sisi tidak mendengarkan. Dan jenderal-jenderalnya lebih memilih membeli tank, pesawat jet tempur dan peralatan militer berat untuk ditaruh di sekitar kawasan sungai Nil,” begitu dilansir media ini.
“Mereka tahu ada masalah di Sinai tapi mereka tidak siap untuk berinvestasi meningkatkan kemampuan menanganinya,” kata Steven Simon, seorang profesor di Amherst College dan mantan direktur senior untuk urusan Timur Tengah dan Afrika Utara di Dewan Keamanan Nasional.
Satu-satunya orang yang berani berbeda pandangan dengan Sisi adalah mantan Kepala Militer Mesir, Mahmoud Hegazy. Dia memiliki hubungan pribadi dengan Sisi karena putrinya menikah dengan putra Sisi.
Pejabat AS melihat Hegazy sebagai satu-satunya orang di lingkaran dalam Sisi yang berani secara terbuka berbeda pandangan. Namun, Sisi memecat Hegazy pada bulan lalu setelah terjadinya serangan militan yang menewaskan 16 polisi di selatan Kairo. Ini mengecewakan pejabat militer AS.
Sinai menjadi tantangan tersendiri dalam menangani kelompok teroris karena daerah itu sangat luas berupa padang pasir dan pegunungan. Daerah itu juga berbatasan dengan laut dan bagian belakangnya berbatasan dengan daerah Gaza.
Militer Mesir juga dikritik karena tertutup dalam upayanya menangani ISIS. “Jurnalis asing dan mayoritas warga Mesir tidak boleh masuk ke Sinai,” tulis NY Times. Lewat laman Facebook, militer Mesir mengklaim telah menewaskan sekitar 3000 militan Islam. Jumlah ini jauh lebih banyak dari klaim militer soal jumlah militan di Sinai yang awalnya disebut hanya ratusan.
Pada April, sebuah video bocor menunjukkan militer Mesir mengeksekusi para tahanan, yang merupakan warga Sinai dan mengenakan celana jeans, di dataran Sinai. Sebelumnya, militer Mesir mengklaim para tahanan ini tewas dalam tembak-menembak.