TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok teroris di Indonesia semakin banyak yang beralih ke media sosial untuk menggalang dana bagi kegiatan teror mereka. Teroris semakin banyak beralih menggunakan media sosial untuk menggalang dana karena mudahnya membuka akun dengan identitas palsu di media sosial.
"Ada peningkatan tren aktivitas teroris, organisasi teroris dan teroris menggalang dana di media sosial," kata Ketua PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin dalam satu acara 3rd Counter-Terrorism Financing Summit 2017 di Kuala Lumpur, Malaysia, Kamis, 23 November 2017, seperti dikutip dari Channel News Asia, 25 November 2017.
Baca: BNPT Luncurkan Dokumen Pendanaan Jaringan ISIS di Indonesia
Menurut Kiagus, dengan mudahnya membuka akun palsu di media sosial, membuat sulit menjejaki pemiliknya. Para teroris berpotensi tinggi menerima dana dalam jumlah besar lewat media sosial.
Kiagus mengatakan PPATK juga mencermati potensi para teroris memanfaatkan pelayanan pengiriman uang yang mendukung aktivitas teroris. Itu sebabnya PPATK mengklasifikasi pelayanan pengiriman uang sebagai berisiko tinggi.
Kiagus kemudian menjelaskan, 1.154 warga Indonesia teridentifikasi menjadi milisi teroris di Suriah. Berdasarkan data ini, otoritas mengetahui potensi pemanfaatan alternatif pengiriman uang dan penyedia jasa penukaran uang asing sebagai penyalur untuk mendukung gerakan teroris.
Baca: Tito Karnavian: Jangan Mimpi Terorisme di Indonesia Berakhir
Selain itu, Kiagus menyebutkan bahwa 45 TKI di Hong Kong teridentifikasi sebagai pendukung ISIS. Mereka juga menggunakan jaringan media sosial untuk mengirimkan dukungan dana kepada kelompok-kelompok teroris.
"Jumlah mereka ini terlihat kecil dengan mempertimbangkan fakta bahwa lebih dari 500 ribu pekerja migran Indonesia bekerja di Hong Kong, Taiwan, dan Singapura, namun radikalisasi para pekerja domestik Indonesia dan perawat yang bekerja di Asia Timur merupakan sebuah peringatan," ujar Kiagus.