TEMPO.CO, London - Sekitar lima persen dari sekolah di Inggris menawarkan pengajaran bahasa Arab. Padahal bahasa ini menunjang diplomasi, perekonomian, dan keamanan nasional.
Menurut laporan oleh lembaga British Council, seperti dilansir situs Education Investor pada Kamis, 23 Nopember 2017, bahasa Arab dinilai penting untuk meningkatkan bisnis, prioritas perdagangan masa depan, pasar dengan pertumbuhan tinggi di emerging countries, turisme dan kerja sama pendidikan.
Baca: Inggris Beli Senjata Israel Iron Dome Senilai Rp 1,4 Triliun
"Saat ini Qatar Foundation International telah menyanggupi pendanaan sekitar 400 ribu pound sterling (sekitar Rp 7 miliar) untuk membiayai pendidikan bahasa Arab di Inggris," begitu dilansir situs Education Investor.
Baca: Inggris Tetap Dukung Papua Jadi Bagian NKRI
Bahasa Arab menjadi satu dari lima bahasa yang paling dibutuhkan Inggris untuk meningkatkan perekonomiannya setelah negara ini benar-benar meninggalkan Uni Eropa dalam proses yang dikenal dengan sebutan Brexit.
Penelitian oleh British Council mengungkapkan bahasa Arab, Spanyol, Mandarin, Perancis dan Jerman adalah bahasa-bahasa yang perlu dipelajari warga Inggris. Menurut laporan ini, hanya sepertiga warga Inggris yang bisa mengadakan percakapan dalam bahasa asing.
Laporan 'Languages for the Future', yang dikeluarkan oleh British Council beberapa waktu lalu, mengatakan sekarang adalah saatnya untuk memulai 'kebijakan baru yang berani' untuk memperbaiki pembelajaran bahasa di Inggris.
Mengambil judul 'Bahasa untuk Masa Depan' para peneliti mengidentifikasi bahasa Arab dalam 5 bahasa teratas untuk menunjang kemakmuran Inggris begitu negara ini meninggalkan Uni Eropa. Penelitian dilakukan berdasarkan analisis ekstensif faktor ekonomi, geopolitik, budaya dan pendidikan.
Lima bahasa diatas secara signifikan berada di depan 5 bahasa berikut ini dalam peringkat itu, yaitu: Italia, Belanda, Portugis, Jepang dan Rusia.
Analisis baru ini berpendapat warga Inggris memerlukan kesadaran dan keterampilan internasional seperti kemampuan untuk terhubung dengan orang-orang di luar bahasa Inggris. Ini menjadi lebih penting dari sebelumnya untuk berhasil pasca Brexit. Namun, Inggris saat ini menghadapi defisit bahasa.
Pembelajaran bahasa di sekolah juga menghadapi iklim yang sulit. Angka resmi dari Dewan Gabungan untuk Kualifikasi menyoroti penurunan 7,3 persen jumlah murid di Inggris, Wales dan Irlandia Utara yang mengambil ujian bahasa GCSE pada tahun lalu dan penurunan 1 persen di Tingkat A.
Vicky Gough, Penasihat Sekolah di British Council, mengatakan bahasa sangat berharga bagi suatu generasi yang tumbuh di dunia yang semakin terhubung.
"Jika Inggris benar-benar menjadi pesaing utama global pasca-Brexit, bahasa harus menjadi prioritas nasional. Ada beberapa bahasa yang lebih penting untuk kemakmuran Inggris di masa depan dari pada bahasa Spanyol, Mandarin Cina, Prancis, Arab dan Jerman, "kata Gough, seperti yang dilansir Al Arabiya.
Ketiadaan ketrampilan bahasa Inggris saat ini dikatakan menahan kinerja perdagangan internasional negara itu dengan biaya hampir 50 miliar pound sterling atau sekitar Rp 900 triliun setahun.