TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Rodrigo Duterte menyatakan Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau telah menghina dirinya dengan mengangkat isu hak asasi manusia dan pembunuhan ekstrajudisial dalam operasi pemberantasan narkoba di Filipina. Duterte mengatakan itu saat berbicara kepada wartawan di akhir pertemuan puncak negara-negara ASEAN dan Barat di Manila, Selasa, 14 November 2017.
Baca: Harapan dari Pertemuan Trump - Duterte: Jauh Panggang dari Api
"Saya bilang saya tidak akan menjelaskannya. Ini adalah penghinaan pribadi dan resmi. Saya hanya menjawab pertanyaan orang Filipina. Saya tidak akan menjawab omong kosong lain, terutama orang asing. Stop!"kata Duterte, seperti yang dilansir Reuters pada 14 November 2017.
Beberapa saat sebelum Duterte berbicara kepada pers, Trudeau menggelar konferensi pers mengenai pertemuannya dengan Duterte yang disebutnya sangat bersahabt dan positif. Duterte, ujarnya, mendengarkan masukannya tentang beberapa isu.
Baca: Dikritik Anggota Parlemen Uni Eropa, Duterte Meradang
Sejumlah aktivis hak asasi manusia mengharapkan KTT ASEAN ke 31 dan KTT ASEAN PLUS yang diikuti oleh Kanada, Australia dan Amerika Serikat itu akan mengangkat isu pembunuhan terhadap ribuan orang dalam operasi perang terhadap narkoba yang diluncurkan oleh Duterte setelah dia menjabat presiden pada pertengahan 2016.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump tadinya diharapkan menekan Duterte mengenai isu perang narkoba , ternyata tidak menyuarakannya. Sebaliknya Trump menyebut dirinya dan Duterte berhubungan baik.
Baca: Demi Bantuan, Duterte Enggan Kritik Amerika Serikat
Pernyataan bersama setelah pertemuan tersebut hanya mengatakan kedua pihak menggarisbawahi bahwa HAM dan martabat kehidupan manusia sangat penting, dan setuju untuk terus mengarusutamakan agenda HAM dalam program nasional mereka.
Duterte mengecam pendahulu Trump, Barack Obama, tahun lalu karena mengemukakan kekhawatiran tentang perang melawan narkoba dan dia kemudian menyatakan bahwa dia memutuskan hubungan dengan Amerika Serikat, sekutu dekat Filipina sejak Perang Dunia II. Hubungan itu tampaknya telah kembali pulih setelah Trump jadi presiden.