TEMPO.CO, Seoul -- Lembaga intelejen Korea Selatan (National Intelligence Service) mendapat sorotan dan sedang menjalani investigasi. Media Korea Selatan, Korea Herald, melansir ada indikasi lembaga intelejen itu justru bekerja untuk kepentingan penguasa dan bukan untuk rakyat.
"Lembaga intelejen ini dituding dari membuat kesepakatan yang mencurigakan hingga melakukan pemantauan rahasia terhadap lawan politik penguasa serta kampanye siber untuk mengarahkan sentimen pemilih menjelang pemilihan umum," begitu dilansir Korea Herald, Selasa, 14 Nopember 2017.
Baca: Tentara Korea Utara Ditembaki Saat Membelot ke Korea Selatan
Sebuah penelitian internal NIS menunjukkan lembaga ini membentuk sekitar 30 tim siber untuk bekerja mempengaruhi opini publik dari 2009--2012. "Ini dilakukan atas arahan bekas direktur NIS, Won Sei-hoon, yang saat ini telah dipenjara," tulis Korea Herald.
Baca: Korea Selatan Hukum 18 Pejabat Top Korea Utara di 3 Negara
Anggota tim siber intelejen ini terdiri dari mantan agen dan tenaga ahli sipil, yang ditugaskan membuat berbagai macam komentar positif mendukung Park Geun-hye, yang saat itu merupakan kandidat dari partai konservatif yang berkuasa.
Presiden Indonesia Joko Widodo berjabat tangan dengan Presiden Korea Selatan, Park Geun-hye jelang melakukan pertemuan di Blue House di Seoul, Korea Selatan, 16 Mei, 2016. Tidak hanya menggelar pertemuan keperintahan, Jokowi juga dijadwalkan akan menghadiri pertemuan dengan komunitas pebisnis di Korsel. REUTERS
Tim ini diminta bersikap kritis terhadap kandidat pesaing yaitu Moon Jae-in. Dalam proses pemilihan yang berlangsung ketat, Park mengalahkan Moon dengan 51 -- 49 pada proses pemilihan 2012. Park kemudian terlibat skandal korupsi dan kolusi sehingga mengundurkan diri dari posisinya sebagai Presiden Korea pada 2017. Dia digantikan Moon. Kedua Presiden ini pernah datang ke Indonesia, dengan Moon baru saja berkunjung ke Istana Bogor pada pekan lalu.
Mantan ketua unit operasi psikologis NIS, Min Byung-Joo, saat ini telah ditahan karena terlibat mengarahkan anggota tim untuk menulis berbagai komentar dan unggahan di Internet untuk mendukung Park. Jaksa penuntut Korea Selatan mencurigai sekitar Rp60 miliar (5 miliar won) uang negara dihabiskan untuk operasi intelejen ilegal ini.
Investigasi internal NIS juga menunjukkan agen-agen mereka terlibat membuat operasi daftar hitam terhadap para artis dan tokoh budaya, yang dianggap kritis terhadap pemerintah. Jaksa penuntut sekarang sedang menginvestigasi daftar hitam ini untuk melihat tokoh-tokoh, yang menjadi korban sehingga dihambat muncul pada pemberitaan media massa utama.
Tim operasi psikologi NIS diketahui membuat berbagai foto palsu dari aktor veteran Moon Seong-geun, yang merupakan satu dari 82 tokoh dalam daftar hitam itu. Tim membuat foto telanjang palsu aktor itu dengan aktris Kim Yeo-jin dan menyebarkannya secara online untuk merusak citra keduanya pada 2011.
"NIS membuat dan menyebarkan pornografi menggunakan uang negara," kata Moon Seong-geun, yang hadir sebagai saksi dalam kasus ini di kantor Jaksa Penuntut Distrik Seoul Pusat pada awal pekan ini. "Saya pikir ini sangat mengejutkan dan disayangkan bahwa pemerintah mempermalukan negara kita dengan cara yang sama sekali tidak terpikirkan seperti ini."
Lembaga intelejen NIS juga diduga berusaha menghilangkan berita kritis terhadap pemerintahan Lee myung-bak di televisi. NIS diketahui memata-matai wartawan media televisi KBS dan MBC serta para eksekutif media itu untuk menghilangkan berbagai berita kritis terhadap pemerintah.
"NIS membuat dokumen berjudul "Strategi dan Tindakan untuk Normalisasi MBC," tulis Korea Herald. Dokumen ini mengajarkan cara dan taktik untuk mengontrol pemberitaan media MBC.