TEMPO.CO, Manila -- Aktivis Hak Asasi Manusia Filipina mengaku merasa kecewa terhadap Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, karena isu pelanggaran HAM di negara mereka tidak dibahas saat bertemu dengan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte.
Menurut media lokal Rappler, Trump dan Duterte bertemu pada Senin, 13 Nopember 2017 pada pukul setengah dua siang waktu setempat. Ini terjadi disela-sela pertemuan tingkat tinggi ke 31 Association of Southeast Asian Nations, yang digelar di Manila, Filipina.
Baca: Duterte Menyanyikan Lagu Cinta atas Perintah Trump
"Saya merasa kecewa tapi tidak mengejutkan bahwa Presiden Trump gagal mengangkat isu penting hak asasi manusia terkait perang terhadap narkoba," kata Phelim Kine, Deputi Direktur Asia Human Rights Watch kepada Rappler, Senin, 13 Nopember 2017.
Baca: Donald Trump Mencuit ingin Menjadi Teman Kim Jong Un
Phelim mengatakan sikap Trump tidak mengejutkan karena dia dikenal menyukai jenis pemimpin kuat, yang melanggar hak asasi manusia rakyatnya sendiri. Lagi pula, lanjut dia, Trump telah mengekspresikan dukungannya terhadap apa yang Duterte lakukan di Filipina.
Aktivis HAM dari Amnesty International Filipina, Wilnor Papa, mengatakan lembaganya berusaha agar isu HAM dibicarakan Trump dan Duterte dalam pertemuan mereka. Karena membicarakan isu itu bisa mengganggu hubungan kedua negara. "Mengecewakan tapi sudah diduga ini akan dilakukan kedua pemimpin. Sayang sekali," kata dia.
Sedangkan Ellecer Carlon, yang merupakan juru bicara dari lembaga Defense of Human Rights and Dignity Movement, mengatakan Trump memiliki tujuan prioritas yaitu kerja sama ekonomi kedua negara dan pertemanan jangka panjang dengan Duterte dan Filipina.
"Jelas bahwa Trump butuh mempertahankan hubungannya dengan Filipina dan Duterte. Pertama, Trum mempunyai kepentingan pribadi ekonomi karena dia mempunyai investasi pribadi di sini, bukan hanya Amerika Serikat," kata Ellecer.
Mengenai ini, Sekretaris Media Gedung Putih, Sarah Sanders, mengatakan,"Percakapan kedua Presiden fokus pada isu ISIS, narkoba dan perdagangan. Isu hak asasi manusia muncul sejenak dalam konteks Filipina memerangi peredaran obat-obatan terlarang."
Namun menurut juru bicara Duterte, Harry Roque, kepada CNN, isu pelanggaran hak asasi manusia tidak dibahas oleh Trump dan Duterte. Duterte memang menyampaikan mengenai bahaya narkoba di Filipina.
Trump, menurut Harry, menganggukkan kepala dan terlihat bersimpati. Namun Trump tidak mengungkapkan posisi resmi apapun soal ini.
Menurut media Guardian, sekitar 3900 orang Filipina tewas terbunuh karena diduga terlibat peredaran narkoba. Pemerintah Filipina menyebut ini terjadi sebagai upaya polisi membela diri. Sedangkan kelompok hak asasi manusi mengatakan ini terjadi karena polisi melakukan eksekusi terhadap para terduga pengedar narkoba dan, menurut mereka, itu melanggar HAM.
Saat media mulai menanyakan soal ini pada sesi foto bersama Trump sebelum pertemuan dimulai, Duterte mengatakan,"Kami tidak menjawab pertanyaan apapun. Ini bukan sesi pernyataan pers. Kami sedang melangsungkan pertemuan bilateral."